Bagikan:

MATARAM - Kasus dugaan korupsi dalam penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di lingkup DPRD Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) kini masuk tahap penyelidikan

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Ida Bagus Putu Widnyana mengatakan pihaknya menetapkan status penyelidikan dari kasus ini berdasarkan hasil gelar perkara.

"Dari hasil gelar perkara, telah ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum yang kemudian menjadi dasar kami menetapkan status penanganan perkara masuk tahap penyelidikan," kata Bagus dilansir ANTARA, Selasa, 1 November.

Indikasi perbuatan melawan hukum itu, ujar dia, salah satunya ditemukan dari hasil klarifikasi anggota DPRD Lombok Utara.

Dia mengatakan ada 25 anggota legislatif yang telah memberikan klarifikasi perihal dugaan korupsi dalam penerbitan SPPD fiktif tersebut.

"Permintaan klarifikasi kepada lebih dari 25 anggota DPRD Lombok Utara itu, kami dapat dalam proses pengumpulan data dan bahan keterangan," ujarnya.

Tahap penyelidikan ini menjadi upaya kejaksaan dalam mengumpulkan alat bukti yang berkaitan dengan indikasi perbuatan melawan hukum.

Para pihak yang telah memberikan klarifikasi di tahap pengumpulan data dan bahan keterangan, masuk agenda penyelidikan. Penelusuran bukti dalam bentuk dokumen juga menjadi rangkaian.

Dalam kasus ini tercatat ada 30 anggota legislatif dan tujuh pegawai sekretaris dewan yang namanya diduga tercantum sebagai penerima SPPD fiktif. Dugaan tersebut muncul dalam penerbitan di tahun 2021.

Jumlah anggaran yang keluar dari adanya dugaan penerbitan SPPD fiktif itu terbilang cukup beragam, mulai dari Rp1,8 juta hingga Rp3,9 juta per kepala.

Persoalan ini pun terungkap dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Uang tersebut tercatat tidak digunakan sesuai laporan untuk biaya penginapan, sehingga dalam temuan tercantum kerugian negara Rp186,57 juta.