Charles Memang Putra Mahkota, Tapi Diana yang Dicintai Dunia
JAKARTA - Diana Spencer atau Putri Diana adalah pesona Inggris Raya. Walau telah tiada sejak dua dekade lalu, sosoknya lekat di ingatan banyak orang. Penampilannya di depan publik selalu memancing perhatian, termasuk ketika diwawancarai BBC pada 1995, ketika ia membeberkan masalah rumah tangganya, termasuk perselingkuhan sang suami, Pangeran Charles dengan Camilla Parker Bowles.
Dalam program bertajuk Panorama, Putri Diana membeberkan konflik rumah tangganya kepada jurnalis BBC, Martin Bashir. Sang jurnalis bertanya kepada Putri Diana apakah ia mengetahui dugaan perselingkungan Charles dengan Camilla. Putri Diana menjawab: Oh, naluri seorang wanita sangat baik.
Putri Diana mengaku tahu tentang skandal itu. Perselingkuhan itu, kata Putri Diana dapat dilihat dari perubahan perilaku Charles. Setelahnya, Putri Diana membeberkan rasa frustasi atas perselingkuhan sang suami dengan mengungkap dirinya memiliki penyakit rahasia, yakni bulimia. Penyakit itu membuat Putri Diana dapat makan sampai lima kali sehari.
“Saya melakukannya pada diri saya sendiri karena harga diri saya sedang jatuh. Dan saya tidak berpikir saya layak atau berharga. Saya mengisi perut empat atau lima kali sehari. Beberapa melakukannya lebih banyak, dan itu memberi saya rasa nyaman," kata Putri Diana dalam wawancara.
"Kemudian saya merasa jijik pada perut yang mengembang, dan kemudian saya mengungkitnya lagi. Dan itu adalah pola berulang yang sangat merusak diri saya sendiri," kata Diana.
Bashir kemudian bertanya, “Apakah menurut Anda Nyonya Parker-Bowles menjadi faktor penyebab kehancuran pernikahan Anda?” Diana menjawab secara tersirat, "Well, ada kami bertiga dalam pernikahan ini, jadi agak ramai."
Kerajaan Inggris merespons keras pernyataan itu. Adik Putri Diana, Earl Spencer menuduh Bashir curang. Menurut Earl, Bashir telah menghasut kakaknya agar mau buka suara. Atas klaim tersebut, BBC Kemudian bersedia melakukan penyeledikan yang dipimpin oleh mantan hakim senior Inggris, Lord Dyson.
Cinta dunia pada Putri Diana
Putri Diana dikenang sebagai pembaharu di Kerajaan Inggris. Langkahnya menjalani hidup sering kali tak terprediksi. Kerajaan Inggris agak berbeda di era Diana. Kemunculan Diana mengubah kekakuan warga Inggris melihat tradisi keluarga kerajaan.
“Keluarga kerajaan, setelah kematian Diana, telah berutang ketekunan mereka padanya. Sang ratu bahkan sangat waspada untuk memelajari pelajaran dari pengalaman. Dan dalam hal ini pelajarannya adalah, 'Jangan mengambil sisi opini publik yang salah,'” tutur seorang kolumnis untuk The New York Times, Jumat, 27 November.
Dengan segala pembawaannya, publik begitu mencintai Diana, bahkan dengan segala kontroversinya. Satu sisi, Diana tergambar fotogenik, lincah, glamor. Ia juga selalu berhasil ada di posisi korban media massa.
Sisi lainnya, Diana dikenal manipulatif, intuitif, dan bintang media massa. Kepopuleran itu bahkan dirasakan hingga era kekinian, sekalipun Putri Diana telah telah meninggal dua dekade lalu, tepat di usia 36 tahun.
"Kami bergosip tentang dia seolah-olah dia baru saja meninggalkan ruangan," tulis novelis, Hilary Mantel.
Ketenaran Putri Diana di dunia bukan pepesan kosong belaka. Latar belakang pendidikan tinggi --di ilmu antropologi, arkeologi, dan sejarah-- serta wawasan pengetahuan luas, selera seni-budaya tinggi, atau budi pekerti luhur yang dimiliki Pangeran Charles tak mampu menyaingi kebesaran cinta publik pada Diana.
Di Indonesia, penggambaran itu juga terefleksikan, ketika kunjungan kedua Putri Diana ke Nusantara pada awal November 1989, tepatnya. “Sementara Diana berpendidikan masak, bahasa Prancis, guru taman kanak-kanak," tulis Jaya Suprana dalam buku Naskah-naskah Kompas (2009).
"Dalam hal wawasan pengetahuan, selera seni budaya dan budi pekerti dibandingkan dengan Charles memang tidak adil untuk dinilai sebagai kurang. Tetapi jelas tidak bisa dikatakan lebih unggul. Tetapi menurut ukuran hierarki monarki, kedudukan Charles jelas lebih tinggi daripada Diana,” tambah Jaya Suprana.
Baca juga:
Charles adalah Putra Mahkota Kerjaan Inggris. Sementara Diana hanyalah istri dari Sang Putra Mahkota. Dalam budaya kala itu, apalagi tradisi kerajaan, pria normalnya memang dominan, sementara wanita subordinan. Namun, norma hierarki monarki, pendidikan, selera, ataupun budi pekerti takluk menghadapi "ilmu sihir" wanita. Berantakan, lumpuh, mubazir total, begitu Jaya Suprana menggambarkan.
“Tanpa bersusah payah, kecuali berganti-ganti gaun dan topi sambil mengobral senyum dan kerlingan mata ke berbagai penjuru, wanita bernama Diana itu dengan mudah merenggut perhatian dan simpati umat manusia. Semua mata, telinga, hati, otak manusia berikut lensa kamera, pena sampai word-processor tidak bisa lolos dari perangkap pesona tenang daya tarik wanita ajaib ini. Gelar ‘The World’s Number One Celebrity’ memang layak disandang Diana,” tambahnya.
Imbasnya, dampak kepopuleran Diana juga merasuk pada keluarga kerajaan hingga kini. Mereka yang sebelumnya patuh aturan lama, kini mulai menyesuaikan diri dengan selera zaman. Lagi-lagi, sang kolumnis, Freedland menyebut keluarga kerajaan sudah dalam tahap mengikuti perkembangan zaman. Meski di awal tak mungkin, berkat Diana mereka berhasil memodernisasi aturan.
Sebagai contoh, Freedland menunjukkan penampilan singkat Ratu Elizabeth II dalam sebuah video singkat untuk upacara pembukaan Olimpiade London 2012. Kala itu, Sang Ratu tampak menyapa aktor Daniel Craig yang sedang menyamar sebagai James Bond, dan kemudian muncul bersama dalam atraksi terjun payung bersamanya. Ya, sekalipun Ratu Elizabeth tak benar-benar terjun karena diganti oleh pemeran pengganti yang memeragakan aksi terjun payung.