Adopsi Amandemen ke-19: Perjuangan Hak Pilih Perempuan AS dalam Pakaian Serba Putih Kamala Harris
Kamala Harris dalam pidato perdana pascamenang electoral votes (Instagram/@kamalaharris)

Bagikan:

JAKARTA - Sabtu, 7 November, dunia telah menyaksikan pidato perdana Joe Biden dan Kamala Harris usai ditetapkan sebagai pemenang Pemilu AS berdasar electoral votes. Kamala Harris tampil menarik dengan setelan putih. Seabad lalu, wanita AS menggunakan hak suaranya dalam pemilu untuk pertama kali. Pakaian putih jadi simbol capaian kesetaraan itu.

Kamala Harris tampil dengan suit, blus serta celana panjang yang semuanya berwarna putih. Pidato Harris luar biasa kuat. "Meski saya mungkin wanita pertama di kantor ini, saya tidak akan jadi yang terakhir," kata Harris, kami kutip dari The New York Times, Selasa, 10 November.

"Setiap gadis kecil yang menonton malam ini melihat bahwa ini adalah negara yang penuh kemungkinan. Dan kepada anak-anak di negara kita, terlepas dari jenis kelaminmu, negara kita telah mengirimmu pesan yang jelas. Bermimpilah dengan ambisi. Pimpin dengan keyakinan," Harris.

Pakaian Harris menambah kekuatan itu, membantu Harris membangun sosok pengusung kesetaraan sejati di atas podium. Setelan serba putih yang dikenan Harris adalah simbol dari penghormatan perjuangan para perempuan mencapai adopsi Amandemen ke-19 Konstitusi AS. Amandemen itu memberi ruang demokrasi pada perempuan kulit hitam untuk memberi hak suara dalam Pemilu AS.

Amandemen ke-19

Amandemen ke-19, pada prinsipnya memuat berbagai aturan soal keterlibatan perempuan memilih di Pemilu AS. Amandemen ke-19 secara resmi diadopsi ke dalam Konstitusi AS melalui proklamasi yang digaungkan Menteri Luar Negeri Bainbridge Colby.

Dikutip dari History, Amandemen ke-19 jadi buah dari upaya panjang perempuan memperjuangkan hak kesetaraan mereka selama lebih dari 70 tahun. Ada dua amanat singkat namun begitu kuat dalam Amandemen tersebut.

Pertama, "Hak warga negara Amerika Serikat untuk memilih tidak boleh ditolak atau diringkas oleh Amerika Serikat atau Negara Bagian manapun karena jenis kelamin.” Sedangkan, amanat kedua berbunyi: Kongres akan memiliki kekuasaan untuk memberlakukan pasal ini dengan undang-undang yang sesuai.

Pada pertengahan abad ke-19, gerakan hak pilih perempuan Amerika didirikan. Mereka yang secara politik aktif dalam gerakan abolisionis dan pertarakan menginisiasi gerakan. Pada Juli 1848, dua ratus perempuan yang diorganisir Elizabeth Cady Stanton dan Lucretia Mott bertemu di Seneca Falls, New York. Bahasan saat itu adalah nasib hak perempuan yang lama diabaikan.

BACA JUGA:


Dalam kesempatan tersebut, gerakan ini sepakat memperjuangkan hak pendidikan dan kesempatan kerja pada perempuan, hingga mereka menerbitkan resolusi berbunyi, "Adalah tugas perempuan di negara ini untuk mengamankan hak suci mereka atas hak memilih."

Konvensi Seneca Falls yang berisi perjuangan hak perempuan untuk memilih jadi bahan cemoohan publik. Akibatnya, beberapa pendukung hak perempuan menarik dukungan mereka. Meski begitu, resolusi tersebut menandai awal gerakan hak pilih perempuan di AS.

Konvensi hak-hak perempuan nasional pertama diadakan pada 1850. Sejak itu, konvensi digelar rutin setiap tahun. Pakaian berwarna putih jadi simbol dari perlawanan ini. Pakaian putih ini juga jadi lekat dengan penyelenggaraan Pemilu AS.

Beberapa tokoh pernah juga mengenakan pakaian serba putih untuk menyimbolkan perlawanan tersebut. Hillary Clinton ketika terpilih sebagai capres dalam konvensi Partai Demokrat tahun 2016. Sebelumnya, politikus AS, Geraldine Ferraro juga mengenakan pakaian serba putih menerima nominasi calon wakil presiden perempuan pertama Partai Demokrat pada 1984.