Hasto Sebut Penyaluran BLT Era SBY Dilakukan Jelang Pemilu

JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merespons pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut ada tanda pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil.

Hasto Kristiyanto menyatakan terkait perbandingan masa pemerintahan Presiden SBY dengan masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hasto menyebutkan, pada masa pemerintahan SBY, strategi kebijakan yang dilakukan oleh SBY melalui program-program pembangunan meliputi BLT, beras miskin (raskin) dan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dilakukan menjelang pemilu.

"Distribusi BLT bersamaan waktunya dengan masa kampanye dalam pemilu legislatif. Kalau Pak Jokowi memberikan BLT sekarang, pemilu masih lama. Kalau saat itu (pemerintahan SBY) dengan kampanye pemilu," kata Hasto kepada wartawan dalam meeting zoom, Minggu, 18 September.

Hasto menambahkan, penyaluran raskin di beberapa Provinsi mengalami kenaikan yang luar biasa pada masa menjelang kampanye dan pemilu legislatif (maret-april 2009) dan menjelang kampanye serta pemilu presiden (juni-juli 2009).

Disebutkan bahwa distribusi raskin melalui pemetaan politik terlebih dulu.

"Beras miskin (Raskin), coba distribusi beras miskin kenaikannya luar biasa. Kami punya data datanya," ujarnya.

Kemudian, Hasto menyebutkan, soal program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM).

Dari data yang dimiliki Hasto, disebutkan bahwa pada tahun 2009, PNPM anggarannya dinaikkan dari Rp13,8 triliun menjadi Rp30 triliun pada 2008.

"Ini dipakai untuk elektoral, dipakai dari instrumen perekam. Setiap kecamatan mendapat 3 miliar, pada bulan maret -april pada masa kampanye menambah angka alokasi dana pnpm mencapai sebesar 5 triliun. Jadi ini ada datanya semua," beber Hasto.

Menurut Hasto, hal ini yang tidak dilakukan Presiden Jokowi.

"Jadi bagaimana Pak SBY bisa mengatakan Pak Jokowi itu batil, Pak Jokowi itu jahat, merencanakan kecurangan Pemilu. Pemilunya saja masih jauh," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga adanya upaya agar Pilpres 2024 diikuti hanya dua pasangan capres-cawapres.

SBY menyebut adanya dugaan praktik yang tak adil dan jujur. SBY menyampaikan dugaannya itu saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Demokrat 2022, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (15/9).