JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjelaskan sekelumit permasalahan di era pemerintahan Presiden SBY.
Mulai adanya persoalan hukum, ada operasi khusus pemilu tanpa nomor urut, penggunaan instrumen negara hingga kekacauan DPT (daftar pemilih tetap).
Dari data yang diperlihatkan Hasto, provinsi yang punya masalah dengan DPT yakni Jatim, Jateng, DIY, Jabar, Banten, Sumbar, Sumut, Nangroe Aceh Darussalam, Babel, Riau, NTB, Bali, Kalbar dan Sumbar.
Masalah terkait dengan DPT adalah NIK ganda, pemilih dari aparat negara, pemilih yang telah meninggal, penduduk yang tidak memiliki hak pilih tetapi terdaftar dalam DPT seperti sakit jiwa, belum 17 tahun, nama fiktif dan alamat fiktif.
"Ini daftar pemilihan tetap (DPT) yang terjadi. Pemalsuannya sangat banyak," kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Minggu, 18 September.
Kemudian, Hasto membeberkan adanya operasi khusus pemilu tanpa nomor urut.
Dari data yang ditampilkannya dalam zoom meeting, pada akhir Desember 2009, atau 4 bulan sebelum pemilu, terjadi perubahan sistem pemilu.
Hal ini sebagai puncak liberalisasi politik di Indonesia.
"Akhir Desember, dalam teori demokrasi yang ideal, pemikiran pemilu yang fair itu tidak boleh ada perubahan peraturan undang-undang. Seharusnya 1 tahun sebelumnya dan Pak Jokowi enggak pernah melakukan perubahan undang-undang hanya beberapa saat sebelum pemilu. Ini dilakukan Desember. 4 bulan sebelum pemilu, terjadi perubahan sistem pemilu. Saat itu terjadi yudisial review," kata Hasto.
Di negara lain, lanjut Hasto, seperti Brasil, ada larangan perubahan sistem pemilu. Perubahan sekurang-kurangnya 1 tahun sebelum pemilu.
"Tetapi pada Desember dinyatakan sebagai hukum yang berlaku tanpa adanya perubahan undang-undang. Inilah yang menciptakan kekacauan dan saat itu yudisial riveuw. Jadi mohon maaf Pak SBY, kecurangan pemilu justru terjadi pada periode bapak bukan pada saat pak Jokowi," ujarnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto merespon Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mengaku mendengar kabar ada tanda-tanda Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil.
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga adanya upaya agar Pilpres 2024 diikuti hanya dua pasangan capres-cawapres. SBY menyebut adanya dugaan praktik yang tak adil dan jujur.
SBY menyampaikan dugaannya itu saat rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Partai Demokrat 2022, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis, 15 September.