Calon Pendeta Berengsek di Alor NTT Cabuli Belasan Remaja Perempuan, Kapolda Tegaskan Pendampingan Korban
KUPANG - Kapolda NTT Irjen Setyo Budiyanto menekankan pendampingan kepada 12 anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh calon pendeta berinisial SAS di Kabupaten Alor.
“Saya sudah sampaikan hal ini kepada kepala Polres dan pemerintah daerah setempat agar memberikan pendampingan kepada mereka,” katanya kepada wartawan di Kupang dilansir ANTARA, Senin, 12 September.
Hal ini disampaikan berkaitan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan calon pendeta berinisial SAS di Kabupaten Alor yang hingga kini sudah ada 12 korban dan kemungkinan masih bertambah.
Kapolda NTT mengatakan dalam penanganan kasus itu tidak hanya tindakan hukuman saja yang diterapkan tetapi juga ada langkah-langkah lain berupa pendampingan bagi para korban.
“Jadi ada langkah pemulihan juga bagi para korban sehingga psikologinya tidak terganggu," kata dia.
Dia juga menginstruksikan kepada Kapolres Alor agar proses penegakan hukum dilakukan secara profesional dan juga sesuai prosedural.
Selain itu juga dalam proses penyidikannya dilakukan sesuai alat bukti dan saat ini sudah bisa dilakukan karena bukti-bukti sudah lengkap.
Kapolda NTT berharap dalam penanganannya jika terbukti bersalah maka tersangka dapat menerima hukuman yang maksimal sesuai dengan apa yang telah diperbuat.
Baca juga:
- Calon Pendeta Berengsek di Alor yang Cabuli 6 Remaja Perempuan Berulang Kali Dijerat 2 Undang-Undang
- Serahkan Rekomendasi Kasus Brigadir J ke Menko Polhukam, Komnas HAM: Terjadi Extra Judicial Killing
- Janji Kapolri! Ada Laporan Polisi Nakal Tak Perlu Ditegur, Langsung Copot
- Kabar Baik, Transjakarta Beroperasi 24 Jam Mulai Hari Ini
Polres Alor menyatakan tersangka dijerat pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76 huruf d Undang-Undang Perlindungan Anak.
Tersangka juga dikenakan pasal pemberatan karena korban lebih dari satu orang.
Selain terancam hukuman mati atau seumur hidup, tersangka juga terancam pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lambat 20 tahun.
Tersangka juga dijerat dengan pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tersangka merekam atau membuat video serta memotret para korbannya sebelum bahkan sesudah melaksanakan aksinya tersebut.