Bagikan:

KUPANG - Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor memberikan pendampingan kepada enam anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang calon pendeta di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Saat ini kami dari Majelis Sinode GMIT lebih fokus untuk memberikan pendampingan psikologis kepada para korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS," kata Ketua Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Pdt Merry Kolimon dilansir ANTARA, Sabtu, 10 September.

Merry mengatakan Majelis Sinode GMIT telah mengirim dua psikolog dan satu pendamping hukum ke Kabupaten Alor untuk membantu enam anak berusia 13 sampai 15 tahun yang menjadi korban kekerasan seksual seorang calon pendeta.

Majelis Sinode GMIT menghormati hak korban dan orang tua korban untuk menempuh jalur hukum dan akan mengawal proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual tersebut.

Merry juga mengatakan gereja tidak akan menghalang-halangi proses hukum terhadap SAS, yang telah melakukan perbuatan yang tak sepatutnya dilakukan oleh seorang calon pendeta.

"Majelis Sinode GMIT berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis," katanya.

Merry menegaskan SAS sudah dikenai sanksi berupa penundaan penthabisan dalam jabatan pendeta.

Seorang calon pendeta berinisial SAS dilaporkan ke Kepolisian Resor Alor karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap enam pelajar perempuan berusia 13 sampai 15 tahun di Kabupaten Alor.

Polisi menangkap SAS setelah menerima laporan dari korban.

Menurut hasil pemeriksaan sementara, SAS berulang kali melakukan kekerasan seksual terhadap enam pelajar perempuan di kompleks gereja tempat SAS melaksanakan tugas pelayanan sebagai calon pendeta.

SAS dilaporkan melakukan kejahatan tersebut sejak Maret 2021 hingga Mei 2022. Dia juga dilaporkan telah memperdaya dan mengancam korban.