Tiga Faktor yang Membuat Nilai Subsidi BBM Membengkak, Sehingga Harga Harus Dinaikkan Pemerintah
JAKARTA - Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan pertalite semakin menguat. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sudah memastikan rencana penyesuaian harga BBM. Dia menyampaikan ini ketika menjawab pertanyaan di forum RSIS Distinguished Public Lecture: Indonesia, Singapore, ASEAN and the New Asian Landscape di Singapura, Senin (29/8). Namun, hingga saat ini, pemerintah belum memutuskan kapan kenaikan itu mulai diberlakukan.
Seolah tak punya pilihan, menaikkan harga BBM dianggap menjadi cara terbaik untuk menghindari terjadinya lagi lonjakan anggaran subsidi dan kompensasi yang bersumber dari APBN. Sebab sebelumnya untuk melindungi daya beli masyarakat dan ekonomi nasional dari terpaan badai ketidakpastian global, besaran subsidi energi di APBN 2022 telah dinaikkan 3 kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun melalui Perpres 98/2022.
Langkah itu ternyata mampu menjaga angka inflasi Indonesia hanya berkisar 4,94 persen per Juli 2022. Sementara, negara-negara maju, angka inflasi melambung tinggi. Tengok Amerika Serikat yang inflasinya mencapai 8,6 persen pada Mei 2022. Padahal, dalam kondisi nomal hanya 1,5-2,5 persen. Namun, kata Presiden Jokowi, apakah terus-menerus APBN akan kuat?
“Pertalite, Pertamax, solar, elpiji, listrik itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian, itu harga yang disubsidi oleh pemerintah,” kata Presiden dalam Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2022 pada 18 Agustus 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani merinci nilai subsidi gas, solar, dan pertalite:
- Gas
Nilai subsidi mencapai 77 persen. Harga seharusnya Rp18.500/kg, tetapi dijual ecer Rp4.250/kg, selisih Rp14.250.
- Solar
Nilai subsidi solar mencapai 63,1 persen. Harga seharusnya Rp13.950/liter, tetapi dijual eceran hanya Rp5.150/liter.
Selisih Rp8.800.
- Pertalite. Nilai subsidi mencapai 47,1 persen. Harga seharusnya Rp14.450/liter, tetapi dijual eceran Rp7.650/liter, selisih Rp6.800.
Bila tidak disesuaikan, dapat dipastikan akan terjadi lonjakan anggaran subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp195,6 triliun atau mencapai Rp698 triliun hingga akhir 2022.
Terlebih, kata Sri Mulyani, ada 3 faktor yang membuat subsidi dan kompensasi energi 2022 lebih tinggi dari alokasi:
- Peningkatan permintaan solar dan pertalite:
Solar meningkat dari 15,1 juta kiloliter menjadi 17,44 kiloliter dan pertalite dari 23,05 juta kiloliter menjadi 29,07 juta kiloliter. “Sementara, volume BBM bersubsidi yang dianggarkan dalam APBN 2022 diperkirakan habis pada Oktober,” kata Sri Mulyani berdasar paparan data ‘Kebijakan Subsidi BBM’ yang diposting di akun instagram pribadinya pada Sabtu (27/8).
- Nilai tukar US Dollar terhadap Rupiah juga berada di angka Rp14.700, lebih tinggi dari asumsi sebelumnya sebesar Rp14.450.
- Harga minyak mentah bisa mencapai 105 dolar AS/barel hingga akhir tahun 2022, lebih tinggi dari asumsi makro pada Perpres 98/2022, yaitu 100 dolar AS/barel.
Berdasar data Refinitiv, harga minyak kontrak jenis Brent pada 26 Agustus 2022 melonjak 4,41 persen secara point-to-point (ptp) dibanding posisi penutupan pekan lalu ke 100,99 dolar AS per barel. Sedangkan untuk minyak kontrak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) melesat 2,52 persen ke 93,06 dolar AS per barel pekan lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun mengakui apabila pemerintah menambah kuota BBM subsidi, maka beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak.
“Namun jika pemerintah tidak menambah kuota BBM subsidi, maka kelangkaan akan terjadi di berbagai SPBU yang berpotensi menyulut keresahan sosial,” kata Arifin dilansir dari Antara.
Arifin juga belum bisa memastikan berapa persen kenaikan harga untuk solar dan pertalite, begitu juga jadwal pemberlakuannya.
Kabar yang beredar kenaikan harga solar dan pertalite akan berlaku 1 September 2022. Kenaikan harga tidak lebih dari Rp10.000, benarkah?
Pengalihan Subsidi BBM
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Pasundan, Dr. Deden Ramdan, M.Si menilai kenaikan harga BBM bersubsidi tak bisa terelakkan. Namun, dia menyarankan agar pemerintah terus melakukan pemantauan distribusi dan alokasi BBM, serta mengevaluasi harga-harga kebutuhan masyarakat.
Sebab, lazimnya kenaikan harga BBM akan mengerek pula kenaikan harga-harga bahan pokok.
"Stabilitas harga kebutuhan dasar masyarakat harus dijaga, jangan sampai harga Pertalite naik sekian persen tapi kemudian harga sembako kenaikannya bertubi-tubi dan tidak masuk akal,” katanya seperti dilansir dari Kompas.com, Sabtu (27/8).
Saat ini, pemerintah sudah mempersiapkan tiga bantalan sosial sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM dengan total sebesar Rp24,17 triliun. Ditujukan untuk 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat. Bentuknya berupa:
- Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Dibayarkan oleh Kementerian Sosial sebesar Rp150.000 selama empat kali dengan total BLT yang diberikan sebesar Rp600.000 untuk setiap penerima.
“Ibu Mensos akan membayarkannya dua kali, yaitu Rp300.000 pertama dan Rp300.000 kedua. Itu akan dibayarkan melalui berbagai saluran kantor pos di seluruh Indonesia untuk 20,65 juta keluarga penerima dengan anggaran Rp12,4 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada wartawan usai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Senin (29/8).
- Bantuan subsidi upah sebesar Rp600.000 untuk 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan. Dengan total anggaran sebesar Rp9,6 triliun.
- Bantuan subsidi sektor transportasi, antara lain angkutan umum, ojek, dan nelayan, serta untuk perlindungan sosial tambahan.
Kementerian Keuangan akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dana subsidi berasal dari potongan 2 persen Dana Transfer Umum yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp2,17 triliun.
“Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga daya beli masyarakat akibat dampak lonjakan harga yang terjadi secara global,” imbuh Sri Mulyani.
Menurut Deden, selama pemerintah bisa memastikan penyaluran bantuan tersebut tepat sasaran, maka harapan untuk menjaga daya beli masyarakat dapat terpenuhi.
"Yang paling penting, ada pengawasan dan rasa keadilan dalam distribusi kepada masyarakat yang terdampak," tandasnya.
Baca juga:
- Imbauan Presiden Jokowi Agar Para Politikus Tidak Ngebut Urusan Pilpres 2024 Perlu Dicermati
- Menakar Hukuman Putri Candrawathi: Mungkinkah Dia Mendapat Keringanan?
- Alasan Mendasar yang Membuat Irjen Ferdy Sambo Dipecat, Meskipun Sudah Tiga Kali Minta Maaf
- Dipecat dari Polri, Irjen Ferdy Sambo Ajukan Banding: Ini Soal Kehormatan dan Harga Diri