Buntut OTT Rektor Unila, KPK Bakal Telisik Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Tahun Lalu

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menelusuri dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) dari tahun ke tahun.

Langkah ini dilakukan setelah mereka menangkap tangan Rektor Unila Karomani yang diduga menerima suap dari calon mahasiswa.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyidik akan menelusuri ada atau tidaknya penyuapan pada tahun sebelumnya. "Tentu pasti kami dalami," kata Ali kepada wartawan, Kamis, 25 Agustus.

Meski begitu, KPK kini tengah fokus untuk merampungkan kasus yang menjerat Karomani saat ini. Penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk di gedung kampus terus dilakukan.

Selain itu, penyidik juga akan memanggil sejumlah saksi yang diduga mengetahui praktik jual beli kursi bagi calon mahasiswa Unila.

"Kami berharap para saksi kooperatif hadir dan menerangkan apa adanya di hadapan penyidik," tegas Ali.

Tak hanya itu, masyarakat yang mengetahui praktik lancung di Unila melapor. KPK, kata Ali, perlu dukungan semua pihak untuk mengusut tuntas dugaan suap penerimaan mahasiswa baru tersebut.

"Dukungan masyarakat juga kami harapkan agar pemberantasan korupsi menjadi efektif sesuai tujuan upaya-upaya penurunan angka korupsi melalui penindakan," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Salah satu keluarga calon peserta Simanila, Andi kemudian berinisiatif membayar setelah keluarganya diterima sebagai mahasiswa karena bantuan Karomani. Dia kemudian menyerahkan uang tunai sebesar Rp150 juta di Lampung yang diambil oleh seorang dosen, yaitu Mualimin.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari Mualimin yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.