Jakarta Macet Muncul Wacana Atur Jam Kerja Karyawan di Jakarta, Apindo Tegas Menolak

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan keberatan terkait rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan mengatur jam kerja sektor swasta menyusul kemacetan yang terjadi jelang masuk dan pulang kantor.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J. Supit  mengatakan waktu kerja  sektor swasta telah mengacu kepada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja.

"Peraturan ketenagakerjaan hanya membatasi maksimum waktu kerja sehari atau seminggu, dengan konsekuensi membayar upah lembur apabila melebihi dari waktu yang telah ditetapkan. Peraturan perundangan tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja setiap harinya. Jam mulai dan berakhirnya waktu kerja merupakan kewenangan perusahaan," katanya dilansir ANTARA, Rabu, 24 Agustus.

Anton menuturkan perusahaan akan menerapkan waktu kerja atau jam kerja bagi karyawannya sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Pengaturan waktu kerja termasuk jam masuk dan jam pulang kantor, pada umumnya diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP) dan/atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

"Kedua instrumen pengaturan internal di perusahaan, harus dikomunikasikan bahkan dalam hal diatur dalam PKB, hal itu harus dirundingkan dahulu antara manajemen dan serikat pekerja/serikat buruhnya," kata Anton.

Pada beberapa fungsi di organisasi perusahaan, apabila memungkinkan telah banyak diterapkan model Work From Home (WFH) atau gabungan antara WFH dan WFO.

"Sehingga dengan penerapan metode ini sudah membantu juga mengurangi kepadatan lalu lintas," ujarnya.

Penyeragaman jam masuk dan pulang kantor, lanjut Anton, juga perlu dikaji lebih mendalam karena beberapa sektor industri tertentu ada kaitannya dengan jam kerja di luar negeri seperti bursa efek atau kegiatan ekspor impor, yang melibatkan berbagai institusi seperti perbankan dan bea cukai.

Anton menilai hal utama yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah menyediakan transportasi umum dan prasarana yang memadai baik kuantitas dan kualitasnya.

"Dengan demikian masyarakat didorong untuk dapat menggunakan transportasi umum yang nyaman dan aman," ujar Anton.