Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) berpendapat penerapan sistem upah per jam tidak dapat diimplementasikan pada semua jenis pekerjaan, terutama pada industri di bidang jasa. Namun Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono mengatakan upah per jam memang cukup adil bagi kedua belah pihak pada kondisi tertentu, sebab pekerja dibayar sesuai dengan jam kerja.

“Ada jenis pekerjaan yang bisa pakai upah per jam, ada yang tidak. Sistem itu sulit diterapkan pada perusahaan yang tidak bergerak di bidang produksi, seperti perhotelan,” jelasnya dikutip Selasa 31 Desember.

Jika tingkat okupansi tengah tinggi, maka tidak adil jika pekerja perhotelan dibayar sesuai jam semata. Selain itu, upah per jam bakal merugikan pekerja yang tengah memerlukan izin tidak masuk kerja.

Dengan sistem pengupahan per jam, maka upah tak lagi menjadi fixed cost (biaya tetap), namun berganti menjadi variable cost (biaya variable). Sedangkan variable cost bisa saja naik atau turun, tergantung volume produksi. Namun fixed cost tidak akan berubah meskipun produksi naik atau turun.

“Untuk pekerjaan yang tidak mungkin menerapkan sistem upah, perlu dipikirkan alternatif lain,” sambung Sutrisno.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai upah per jam bakal memacu peningkatan investasi, sebab cocok dengan kebutuhan investor. Wacana skema pengupahan ini akan dimasukkan dalam RUU Omnibus law Cipta Lapangan Kerja.

“Skema upah per jam dalam Omnibus Law akan menggenjot investasi, menumbuhkan lapangan kerja baru,” kata Agus.

Dia berpendapat sistem upah per jam bukanlah hal baru dalam dunia kerja. Banyak negara telah menerapkan skema tersebut. Adapun beberapa yang memberikan upah per jam bernilai besar di antaranya Luksemburg, Australia, Prancis, Selandia Baru, Jerman, Belanda, Belgia, Inggris, Irlandia, dan Kanada.

Namun Agus mengatakan penerapan skema upah per jam hanya boleh dipergunakan untuk usaha penunjang industri, misalnya seperti konsultan atau pekerja paruh waktu. Sedangkan sektor industri akan tetap mengikuti skema gaji minimum bulanan.

“Upah per jam untuk pekerja jasa dan paruh waktu. Misalnya konsultan. Ini adalah opsi perusahaan maupun pekerja dalam menentukan cara kerja yang tepat untuk mereka,” sambung Agus.