Brigjen Nuri Andrianis Djatmika Tembak Kucing: Mengapa Kasus Pembunuhan dan Penyiksaan Hewan Sering Terjadi?
JAKARTA - “Bantu Share atau Mention pihak terkait. Kucing-kucing di Temukan Mati di Tembak, Lokasi di Sesko TNI Martanegara Bandung. Ada yang tau? Siapa pelakunya ini, Kok Tega banget Kucing ditembak2 seperti ini … Kejadian sore ini tgl 16 Agustus 2022.”
Caption video berdurasi 58 detik yang diunggah oleh akun instagram rumah singgah kucing dan anjing terlantar pada 16 Agustus 2016 itu menyita perhatian publik. Video menunjukkan bangkai-bangkai kucing dengan luka tembak.
Tidak hanya satu video, akun tersebut juga terus mengunggah video-video lanjutan keesokan harinya yang memperlihatkan bekas-bekas luka tembak. Total, ada enam kucing yang ditembak, dua di antaranya selamat dengan luka tembak mata tembus ke mulut.
“Saat ini dibawa ke @amoreanimalclinic. Untuk penanganan Xray dan Operasi,” tulisnya pada 17 Agustus 2022.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui akun instagram pribadinya pada 16 Agustus 2022 langsung merespon, “@rumahsinggahclow saya telusuri dulu ya min. Hatur nuhun.”
Begitu pun Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Dia langsung memerintahkan jajarannya untuk menyelidiki dugaan penganiayaan terhadap beberapa ekor kucing di lingkungan Sesko TNI, Bandung seperti mention akun tersebut.
Berdasar hasil penyelidikan, pelakunya ternyata anggota organik sesko TNI berpangkat brigadir jenderal berinisial NA. Lengkapnya, Brigjen TNI (Mar) Nuri Andrianis Djatmika.
“Membenarkan bahwa Brigjen TNI NA (anggota Sesko TNI) telah menembak beberapa ekor kucing dengan menggunakan senapan angin milik pribadi pada Selasa siang kemarin (16 Agustus 2022), sekitar jam 13.00-an,” ucap Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen TNI Prantara Santosa melalui keterangan tertulis pada Kamis (18/8).
Menurut Mayjen Prantara, Brigjen TNI NA melakukan itu bukan karena kebencian terhadap kucing. Melainkan, menjaga kebersihan dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal dan tempat makan Perwira Siswa Sesko TNI dari banyaknya kucing liar.
Kendati demikian, Tim Hukum TNI tetap akan menindaklanjuti proses hukum Brigjen NA, khususnya menyangkut Pasal 66 UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Pasal 66A, pasal 91B UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“Bravo TNI, sudah memberikan Perhatian Yang luar Biasa Untuk Kasus Penembakan Kucing2 di Sesko TNI, Martanegara,Bandung. Inisial Pelaku sudah di Publis Brigjen NA, yang melakukan penembakan. Terima kasih pak @jenderaltniandikaperkasa pak @rizky_irmansyah pak @ridwankamilsudah memberikan dukungan,” tulis akun rumah singgah tersebut, Kamis (18/8).
Sudah Sering Terjadi
Kasus pembunuhan dan penyiksaan hewan di Indonesia sudah sering terjadi. Ingatkah dengan kasus jagal kucing di Medan yang sempat viral tahun lalu? Yang dilakukan oleh seorang jagal kucing berinisial RS.
RS mengambil kucing-kucing yang berkeliaran untuk dijual dagingnya. Tindakannya tersebut diketahui setelah seorang warga bernama Sonia mencari kucing peliharaannya, ternyata yang ditemukan hanya kepalanya saja di dalam karung bersama beberapa kepala kucing lainnya.
Sonia sempat mengunggah ceritanya di akun instagram pribadinya. RS divonis 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Medan atas kasus pencurian pada 31 Agustus 2021.
“Aku harap kematian tayo ga sia-sia, dan aku berharap ga ada korban kayak tayo lagi kedepannya. Tayo ga akan tergantikan di posisinya, dia udah buat posisi sendiri di hati aku, aku berharap bakal ketemu lagi sama tayo dimanapun itu. Terima kasih pak polisi yang udah niat banget bantuin kasus ini, aku masih ga nyangka @polsekmedan_area seniat itu untuk kasus ini, ini beneran lo setulus ini bilang makasihnya, maaf kalo aku udah banyak ngerepotin,” tulis Sonia di akun instagramnya pada 3 Februari 2021.
Lalu, pada Oktober 2019 juga sempat viral video seorang pemuda memberikan cairan ke seekor kucing persia. Caption video menyebut jika cairan yang diberikan adalah minuman keras jenis ciu.
Perekam video adalah Azam, warga Desa Dukuh, Tulungagung. Azam juga merekam detik-detik tewasnya kucing tersebut pasca diberikan cairan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tulungagung mengganjar Azam hukuman 3 bulan penjara.
Banyaknya aksi pembunuhan dan penganiayaan hewan itulah yang membuat Asia for Animals Coalition menyebut Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia yang paling banyak mengunggah konten kekejaman terhadap hewan di media sosial.
Laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) Report 2021 menyatakan dari 5.480 video penyiksaan hewan dari seluruh dunia yang diunggah di media sosial, 1626 di antaranya atau sekitar 29,67 persen terjadi di Indonesia.
Aturan Pidana Penyiksa Hewan Sudah Jelas
Praktisi Hukum dari Universitas Mataram, Farizal mengatakan aturan bagi pelaku pembunuhan dan penyiksaan hewan sudah sangat jelas, baik secara umum maupun spesifik.
Secara umum terdapat di dalam Pasal 302 KUHP yang menyebut jika perbuatan menyebabkan hewan tersebut sakit lebih dari satu minggu, luka berat, cacat, hingga kematian, maka ancaman hukumannya mencapai sembilan bulan penjara.
Bila hewan-hewan yang dianiaya adalah kepunyaan seseorang, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 406 ayat (2) pembunuhan hingga penghilangan hewan milik orang lain mendapat ancaman hukuman dua tahun dan delapan bulan penjara.
“Ini seperti yang terjadi pada kasus di Medan,” katanya kepada VOI, Jumat (19/8).
Lalu, secara spesifik terdapat di dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 dan perubahannya pada UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kendati begitu, salah satu asas dalam peraturan perundang-undangan adalah lex spesialis derogat lex generalis, artinya undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum.
“Sehingga, dalam kasus Brigjen NA, yang dipakai adalah Pasal 66 UU Nomor 18 Tahun 2009 yang menyebut hewan harus diperlakukan secara manusiawi. Pelanggaran pasal 66 ayat 1 dapat dipidana kurungan 1 bulan hingga 6 bulan serta denda paling sedikit Rp1 juta dan paling banyak Rp5 juta,” lanjut Farizal.
Selain aturan tersebut, tambah Farizal, Brigjen NA juga bisa terkena pelanggaran kode etik prajurit TNI yang didasari dari 7 sumpah prajurit. “Itu bisa dikenakan juga sebagai anggota TNI apakah iya perbuatan tersebut bisa menjadi suatu contoh yang baik bagi masyarakat?”
Meski aturannya jelas, kata Praktisi Hukum dari UGM Masykur Isnan, kasus-kasus pembunuhan dan penyiksaan hewan memang terkadang dianggap sebelah mata. Hukuman yang dikenakan juga sangat minim. Tidak membuat efek jera bagi para pelaku. Jangan heran bila kasus pembunuhan dan penyiksaan hewan masih sering terjadi.
“Ini harus menjadi perhatian bersama. Hukuman yang dikenakan tidak efektif. Ya, pasti banyak terjadi kasus-kasus penganiayaan hewan lagi,” kata Masykur kepada VOI, Jumat (19/8).
Memiliki Riwayat Kekerasan
Sejumlah penelitian menunjukkan pelaku pembunuhan dan penyiksaan hewan umumnya memiliki riwayat kekerasan terhadap manusia. Entah dalam rumah tangga atau dalam lingkungannya.
Seperti hasil penelitian organisasi nirlaba Humane Society yang berbasis di Amerika Serikat, menyatakan 88 persen kasus penyiksaan hewan terjadi di dalam rumah tangga yang memiliki riwayat kekerasan terhadap anak. Umumnya pula, para pelaku kekerasan di rumah tangga akan melakukan hal sama terhadap hewan. Ini diakui oleh 71 persen korbannya.
Penelitian lain juga menyebut sejumlah pelaku pembunuhan berantai dan brutal juga memiliki riwayat penyiksa hewan. Seperti kasus Gary Leon Ridgway, salah satu pembunuh berantai dan pemerkosa yang terkenal di Amerika Serikat pada dekade 90-an. Saat masih kecil, ia memiliki pengalaman pernah mencekik kucing. Di pengadilan, Gary disebut telah membunuh 49 orang di AS.
Juga kasus Eric Harris dan Dylan Klebold pada 1999, dua remaja yang bertanggung jawab atas penembakan di SMA Columbine, dan menewaskan 13 orang. Keduanya diketahui kerap membanggakan cerita tentang memutilasi hewan kepada teman-temannya.
Melansir dari BBC, Biro Penyelidikan Federal AS (FBI) tahun-tahun belakangan ini bahkan menjadikan kasus-kasus penyiksaan hewan untuk memprediksi kasus-kasus pembunuhan.
Di Indonesia, pelaku pembunuhan balita yang mayatnya disimpan dalam lemari 2020 lalu juga kabarnya memiliki riwayat sebagai penyiksa hewan. Selain ia korban kekerasan seksual. Remaja berinsial NS pernah melempar kucing dari lantai dua, membakar kodok, dan kepala cicak.
"Para penyiksa hewan itu umumnya mengalami gangguan jiwa yang nanti targetnya akan dia tingkatkan. Dari hewan saja sampai ke orang atau manusia yang sekiranya tidak melawan. Balita, manula, itu akan jadi sasaran mereka," kata pendiri Animal Defender Indonesia Doni Herdaru Tona seperti dilansir dari BBC.
Thomas pencinta hewan dan juga pemilik pet shop di Kelapa Gading juga mengakui banyak masyarakat yang masih memandang sepele terkait perlindungan hewan. Mereka hanya senang memelihara tetapi terkadang bosan merawatnya.
“Sehingga, tak jarang terjadi penelantaran hewan. Banyak kejadiannya. Lupa kasih makan akhirnya mati. Ini juga kan termasuk penganiayaan, tidak baik. Kalau memang mau merawat hewan, harus konsekuen, jangan pula dibiarkan berkeliaran hingga mengganggu tetangga,” kata Thomas.
Baca juga:
- Renungan 77 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Merdeka dari Korupsi, Sekedar Mimpi atau Bakal Jadi Kenyataan?
- Isu Soal Kerajaan Mafia Judi Irjen Ferdy Sambo di Polri: Perlu Diungkapkan dan Dihancurkan, demi Kebaikan Kepolisian di Masa Depan
- Tiga Hak Bharada E yang Harus Dilindungi karena Perannya Sebagai Justice Collaborator Kasus Irjen Ferdy Sambo
- Mencermati Pidato Presiden Jokowi yang Ingin Memperkuat Perlindungan Hukum