Transaksi Suap Restitusi Pajak Jalan Tol Solo-Kertosono Diduga Terjadi di Sekitar Kejagung
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap transaksi suap terkait pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono yang melibatkan pegawai Kantor Pajak Pratama Pare, Jawa Timur terjadi di Jakarta. Tepatnya di kawasan Blok M dekat dengan Kejaksaan Agung.
Ada dua tersangka suap yang ditetapkan KPK yaitu Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur bernama Abdul Rachman dan Suheri selaku pihak swasta.
Sementara untuk pemberi, penyidik menetapkan kuasa Joint Operation (CRBC) China Road and Bridge Corporation; PT Wijaya Karya; dan PT Pembangunan Perumahan, Triatmoko sebagai tersangka.
Direktur Penindakan KPK Asep Guntur mengatakan suap itu awalnya akan diberikan di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta pada Mei 2018 lalu. Tapi, rencana ini batal dan lokasi transaksi berganti.
"Namun, (transaksi, red) kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M (Kejaksaan Agung), Jakarta Selatan dan uang tersebut kemudian diterima AR (Abdul) dan SHR (Suheri)," kata Asep dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 5 Agustus.
Asep mengatakan uang yang sebenarnya diminta Abdul jumlahnya mencapai Rp1 miliar. Tapi, belakangan Tri hanya menyanggupi Rp895 miliar agar restitusi atau pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp13,2 miliar bisa disetujui.
Baca juga:
- Jokowi Bicara Lagi soal Subsidi BBM Rp502 Triliun: Tidak Ada Negara Berani Beri Subsidi Sebesar di Indonesia
- Timsus Masih Sibuk Teliti Berkas Laporan jadi Alasan Belum Diperiksanya Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi
- Rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mulai Dikirim dari China ke Indonesia, KCIC: Jadi Hadiah Kemerdekaan
- DPO Kasus Skimming Rp5 Miliar yang Dicari Mabes Polri Ditangkap saat Jadi Pengedar Sabu di Bali
Ada pun uang suap itu diambil oleh Suheri yang merupakan uang kepercayaan dari Abdul. Transaksi itu juga diistilahkan dengan pernyataan "apelnya kroak" karena jumlahnya berkurang.
Atas perbuatannya, Tri selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara selaku pemberi, Abdul dan Suheri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.