Formappi Dorong Tegaknya Aturan Pejabat Negara Harus Mundur Jika Maju Pemilu

JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendorong penegakan aturan terhadap pejabat negara yang mencalonkan diri menjadi peserta pemilihan umum (pemilu) harus mengundurkan diri.

Ketentuan itu terdapat dalam Pasal 170 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Umumnya, pejabat yang diharuskan mengundurkan diri adalah pejabat negara yang ditunjuk atau tidak dipilih langsung oleh rakyat," kata Lucius dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Selasa 2 Agustus.

Adapun bunyi Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yaitu "Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya; kecuali Presiden, Wakil Presiden, Pimpinan dan anggota MPR, Pimpinan dan anggota DPR, Pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota".

Dengan demikian, menteri adalah pejabat negara yang tidak dikecualikan untuk mengundurkan diri dalam jabatannya apabila dicalonkan sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawaores).

Idealnya, menurut dia, memang semua pejabat negara harus mengundurkan diri jika mengikuti pemilu demi keadilan bagi semua peserta pemilu. Akan tetapi, jabatan tertentu seperti presiden dan wakil presiden tidak bisa begitu saja dilepas.

"Ada konsekuensi-konsekuensi ketatanegaraan yang membuatnya tak bisa diatur mengundurkan diri karena menjadi peserta pemilu. Beda dengan menteri kabinet yang kursinya menjadi hak prerogatif presiden. Mereka bisa diganti setiap waktu," tuturnya.

Untuk kepentingan pemilu, menurut dia, menteri memang harus mundur jika menjadi kandidat capres atau cawapres, karena hirarki kementeriannya sangat mungkin disalahgunakan untuk kepentingan pemenangan pemilu.

Lucius juga memiliki pandangan berbeda dengan Partai Garuda, yang melayangkan gugatan terhadap UU Pemilu, dimana mereka menguji Pasal 170 ayat (1) terkait frasa "pejabat negara".

Kuasa hukum Partai Garuda, Munathsir Mustaman, mengatakan menteri yang kini menjabat dalam Kabinet Indonesia Maju, juga pemohon yang mengusung menteri untuk menjadi capres atau cawapres, dapat mengalami kerugian konstitusional akibat Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu.

"Perlakuan berbeda antara menteri dengan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota apabila dicalonkan sebagai presiden dan wakil presiden oleh pemohon, juga telah mencederai dan menimbulkan ketidakadilan bagi pemohon, sebagaimana yang dijamin dan dilindungi berdasarkan ketentuan Pasal 22E Undang-Undang Dasar Tahun 1945," ujar Munathsir.