Jaksa KPK Tuntut Bupati Hulu Sungai Utara Nonaktif 9 Tahun Penjara

BANJARMASIN - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Hulu Sungai Utara nonaktif Abdul Wahid dengan pidana penjara selama sembilan tahun dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

"Terdakwa juga dituntut denda sebesar Rp500 juta subsider 1 tahun kurungan," kata Tim JPU KPK Titto Jaelani saat membacakan tuntutan dalam persidangan dilansir ANTARA, Senin, 1 Agustus.

Abdul Wahid juga dituntut membayar uang pengganti Rp26 miliar lebih. Uang pengganti tersebut diperhitungkan dari total gratifikasi yang menurut JPU telah diterima terdakwa sejak tahun 2015 baik berupa fee proyek maupun jual beli jabatan di lingkup Pemkab Hulu Sungai Utara (HSU), yakni lebih dari Rp31 miliar.

Jumlah itu lalu dikurangkan dengan aset likuid yang telah disita penyidik dan dirampas untuk negara termasuk uang tunai baik berupa rupiah, Dolar Amerika maupun Dolar Singapura yang nilainya setara kurang lebih Rp5,1 miliar.

Jika setelah 1 bulan putusan inkrah dan terdakwa tak dapat membayar uang pengganti, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.

Namun jika tak mencukupi, maka terdakwa dipidana selama 6 bulan.

"Dari rangkaian sidang pembuktian yang telah menghadirkan 41 saksi termasuk ahli, kami meyakini terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi," papar Titto.

Hal ini seperti didakwakan pada Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain itu juga Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Terakhir Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

JPU menilai segala bantahan yang disampaikan terdakwa saat menanggapi kesaksian para saksi harus dikesampingkan karena mengada-ada dan tidak sejalan dengan keterangan para saksi.

Atas tuntutan tersebut, terdakwa yang mengikuti persidangan secara daring dari Lapas Klas IIA Banjarmasin dan penasihat hukumnya, Fadli Nasution berencana bakal menyampaikan pembelaan.

Ketua Majelis Hakim Yusriansyah mengatakan sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan dijadwalkan digelar pada Senin (8/8) pekan depan.