Menurut Studi, Kesedihan Membuat Orang Lebih Cermat dalam Menghadapi Masalah
YOGYAKARTA – Menurut poling yang dilakukan Gallup, tingkat stres, kecemasan, dan kesedihan masyarakat global mencapai rekor tertinggi pada tahun 2020. Tak baiknya, dari angka 26 menuju angka skor 33 di tahun 2021. Artinya, pandemi memiliki efek besar pada mood masyarakat di dunia. Tetapi dibalik hasil tersebut, Barbara Blatchley, Ph.D., profesor psikologi dan neurosains di Agnes Scott College in Georgia, menunjukkan bahwa kesedihan justru berpengaruh positif pada aspek kognitif seseorang.
Sebuah penelitian dilakukan selama 50 tahun, dilansir Psychology Today, Senin, 1 Agustus. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemikiran dan emosi berinteraksi satu sama lain sehingga suasana hati memengaruhi kognisi kita. Pada umumnya, ketika kita dalam suasana hati yang positif, cenderung mengingat kenangan positif dan menyenangkan. Sebaliknya, ketika dalam suasana hati yang negatif maka kenangan buruk lebih mudah diakses.
Bodenhausen dan rekan, tahun 1994, menemukan bahwa tidak semua suasana hati negatif memengaruhi penilaian sosial dengan cara yang sama. Mereka berhipotesis bahwa kemarahan dikaitkan dengan ancaman langsung dan lebih cepat membutuhkan tindakan cepat. Sehingga orang yang marah cenderung bertindak impulsif dan lebih mengandalkan ‘heuristik’.
Heuristik adalah generalisasi, aturan praktis, atau jalan pintas mental dengan membuat pemecahan masalah lebih cepat. Seringkali cenderung tidak akurat atau tidak rasional. Salah satu contoh heuristik yang terkenal adalah stereotip, yang mana cenderung membiarkan kesan pertama yang negatif atau positif untuk menilai segala sesuatu yang dilakukan orang lain.
Pada sisi lain, kesedihan memiliki valensi negatif, dipicu oleh masalah jangka panjang. Sedangkan tindakan cepat bukan pendekatan terbaik untuk menilai pemicu kesedihan. Artinya, menimbang masalah dalam waktu yang lambat dan lebih bijaksana akan menghasilkan solusi yang lebih baik.
Penelitian Bodenhousen menunjukkan bahwa peserta yang marah lebih mendandalkan keahlian seseorang untuk membujuk mereka ke sisi tertentu. Orang yang marah lebih berombang-ambing oleh asumsi untuk mengkomunikasikan sebuah ide dalam membangun kepercayaan. Sementara orang yang sedih lebih memperhatikan argument yang dibuat.
Baca juga:
Batchley, lewat penelitian Bodenhousen menyimpulkan bahwa kesedihan membuat orang lebih cenderung berpikir dalam menganalisis informasi dalam situasi sosial dan memperhatikan detail argumen. Mungkin, kesedihan dapat membantu seseorang untuk mempertimbangkan dengan cermat tentang masalah yang dihadapinya, tulis Blatchley.
Bagaimana dengan Anda, apakah kesedihan membuat lebih teliti dalam memutuskan atau mengekspresikan pikiran Anda?