Potensi Bubar JKT48, Pengamat Musik Mudya Mustamin: Ongkos Produksinya Besar

JAKARTA - Tak bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 menghantam segala lini kehidupan di Indonesia. Tidak terkecuali sektor hiburan. Dari dunia musik, begitu banyak musisi yang kehilangan mata pencaharian lantaran seluruh kegiatan panggung mereka terhenti. Salah satunya JKT48.

Selasa kemarin, Melody Nurramdhani selaku General Manager JKT48 memberi pernyataan terkait kemungkinan bubarnya grup saudari AKB48 ini. Ia mengungkap, JKT48 mengalami kerugian terus-menerus sejak akhir Maret 2020. Karena pandemi COVID-19, kegiatan mereka terbatas.

Saat ini, JKT48 memiliki 70 anggota dan 50 staf manajemen. Melody mengatakan, satu-satunya cara yang bisa membuat mereka bertahan adalah dengan mengurangi jumlah anggota dan staf itu. Jika tidak, JKT48 bakal bubar.

“JKT48 telah melakukan semua hal yang bisa dilakukan agar tetap bertahan hidup akan tetapi sejujurnya dengan dihentikannya pertunjukan teater, handshake, dan konser, kami merasa bahwa tujuan sebenarnya dari JKT48 yaitu memberikan energi dan semangat bagi semua orang di Indonesia tidak dapat dilakukan dengan maksimal,” tutur Melody dikutip dari kanal YouTube JKT48.

Menanggapi kabar tersebut, Mudya Mustamin (pengamat musik/juri kategorisasi AMI Awards) mengaku tidak terkejut. Pasalnya, JKT48 adalah sebuah produk industri besar yang bahkan berafiliasi dan mengadopsi konsep ‘saudari tua’nya, AKB48 yang mendunia. 

"Layaknya industri besar, tentu butuh dana produksi yang juga besar untuk mengeksekusi program-program berskala besar dengan tim produksi yang tentunya juga berjumlah besar," tutur Mudya Mustamin kepada VOI, Rabu, 11 November.

Namun, lanjut Mudya Mustamin, tidak berbeda dengan artis-artis panggung lainnya, tangkapan pendapatan terbesar memang dari aktivitas panggung. Konser live streaming hanyalah pengisi kekosongan, di mana tidak semua orang bisa atau belum terbiasa menikmati suguhan konser di layar ponsel. 

"Dalam konteks JKT48, suguhan visual yang bisa dilihat secara langsung atau jarak dekat tentunya memberi andil sangat besar dalam menarik minat audiens," sambung pria yang juga manajer band Cokelat ini. 

Berbicara atas nama manajer artis, Mudya tak menyangkal, dampak pandemi tentunya sangat terasa. Perubahan konsep dari panggung offair dengan panggung online tidak sama jika dilihat dari sisi pendapatan finansial.

"Buat band Cokelat yang saya manajeri, panggung offair adalah sumber penghasilan utama, dan adanya pandemi benar-benar memangkas penghasilan tersebut. Kami harus survive dengan beberapa tawaran manggung online, yang tentu saja secara finansial dan kuantitas jauh dari kondisi normal," Mudya Mustamin mengakhiri.