Menteri Hadi Tjahjanto Turun Gunung, Sambangi Jambi Selesaikan Konflik Tanah Orang Rimba dengan Perusahaan Sawit

JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto turun gunung menyelesaikan konflik agraria atau kasus tanah di Provinsi Jambi.

Konflik itu terjadi antara orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dengan salah satu perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Batang Hari.

"Saya memiliki waktu 40 hari untuk menyelesaikan konflik agraria dimana salah satunya di Provinsi Jambi, yakni konflik antara SAD dengan PT Berkah Sawit Utama (BSU)," kata Hadi Tjahjanto, di Jambi, Jumat 22 Juli.

Eks Panglima TNI itu menargetkan konflik agraria di Jambi ini tuntas pada 30 Agustus mendatang. Pasalnya kasus SAD dengan PT Berkat Sawit Utama (BSU) ini sudah hampir selesai.

"Kasus ini harus selesai, sehingga tidak ada lagi perebutan lahan antara SAD dan PT BSU," tuturnya disitat Antara.

Saat menyelesaikan kasus tanah ini, Menteri Hadi Tjahjanto bertemu langsung dengan kedua pihak yang berkonflik. Pertemuan antara SAD dengan PT BSU yang ditengahi eks KSAU bintang empat tersebut berlangsung di Rumah Dinas Gubernur Jambi.

Dari hasil tersebut disepakati bersama, luas lahan 750 hektare yang ada di wilayah PT BSU merupakan hak warga SAD.

"Sehingga lahan itu sudah bisa digunakan oleh warga, tidak ada lagi masalah yang terjadi," ujarnya.

Untuk segala macam persoalan yang terjadi, Hadi Tjahjanto bilang pihak perusahaan dan warga SAD serta Pemprov Jambi bisa menyelesaikan segala sesuatu hal yang menjadi tahap penyelesaian sampai dengan 30 Agustus mendatang.

"Jadi semua sudah selesai dan tidak ada lagi masalah yang terjadi dan ini sudah menjadi tugas saya untuk menyelesaikannya," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Hadi Tjahjanto menjumpai orang rimba atau SAD di Jambi pada Kamis 21 Juli.

Hadi Tjahjanto dan kedua kelompok itu, melakukan rapat tertutup untuk tahap penyelesaian konflik lahan seluas 750 hektare di Provinsi Jambi.

Kasus ini sudah terjadi sejak 20 tahun silam hingga saat ini masih belum terselesaiakan. Konflik lahan tersebut terjadi karena lahan masyarakat diambil alih oleh perusahaan dan belum diganti rugi hingga akhir izin Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan tersebut.

Awalnya lahan yang diserobot oleh perusahaan tersebut berkisar 3.550 hektare. Kemudian Kesbangpol melakukan verifikasi dari luasan lahan tersebut dimiliki oleh 1.513 orang di wilayah tersebut. Namun setelah ditinjau dilapangan ada 750 hektare lahan milik masyarakat.