JAMBI - Polda Jambi bersama Polres Sarolangun dibantu temenggung adat orang rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dan tokoh masyarakat serta perangkat desa di Kecamatan Air Hitam membujuk pelaku penembakan satpam PT Primatama Kreasi Mas (PT PKM) menyerahkan diri.
Penembakan itu terjadi Jumat, 29 November 2021 lalu. Petugas Polda Jambi dan Polres Sarolangun telah berhasil mengidentifikasi pelaku penembakan kurang dari 1x24 jam setelah kejadian.
Namun karena pertimbangan kondisi kamtibmas di wilayah Kecamatan Air Hitam, maka pihak kepolisian menempuh cara persuasif untuk menghadirkan pelaku penembakan.
Kapolres Sarolangun AKBP Sugeng Wahyudiyono melalui keterangan resminya menyebutkan, pihak kepolisian dari polres dan Polda Jambi terus melakukan pendekatan secara intens kepada seluruh elemen masyarakat, baik warga SAD maupun masyarakat desa atau dusun setempat.
"Pendekatan bertujuan agar seluruh elemen masyarakat Kecamatan Air Hitam tetap bersama-sama menjaga situasi kamtibmas kondusif pasca terjadinya konflik antara masyarakat desa/dusun dengan warga SAD," kata AKBP Sugeng Wahyudiyono dilansir dari Antara, Selasa, 8 November.
Sesuai dengan hasil rapat kesepakatan bersama masyarakat Kecamatan Air Hitam dengan para temenggung SAD, salah satu poinnya adalah diserahkannya pelaku penembakan kepada pihak kepolisian sebelum memulai langkah berikutnya.
Untuk tahapan pemulihan pascakonflik dengan penyelesaian secara hukum adat maupun hukum negara.
BACA JUGA:
Diperoleh informasi dari salah seorang temenggung SAD, yakni Temenggung Melayu Tuo bahwa telah bersedia datang dua orang warga SAD dari kelompoknya yang hendak menyerahkan diri kepada pihak kepolisian, karena sebagai pelaku penembakan satpam di PT PKM yang terjadi pada 29 Oktober 2021.
Kedua pelaku yang menyerahkan diri dijemput secara langsung oleh Kapolsek Air Hitam Iptu Yurizal, Wadir Krimum Polda Jambi AKBP Tri Saksono dan Wadir Intel Polda Jambi AKBP S Bagus Santoso di Dusun Selentik, Kecamatan Air Hitam.
Adapun identitas pelaku yang menyerahkan diri adalah BSL dan BSYG, Keduanya berasal dari kelompok SAD di Lubuk Jering Kecamatan Sarolangun.
Saat ini keduanya sedang dalam pemeriksaan penyidik Polda Jambi dan Polres Sarolangun dengan didampingi dari KKI Warsi, dan sampai saat ini pemeriksaan masih berlangsung, sehingga pihak kepolisian belum memberikan keterangan secara resmi kepada media karena masih dalam proses pemeriksaan, kata AKBP Sugeng Wahyudiyono.
Konflik Perebutan Lahan Sawit
Konflik SAD dan dengan perusahaan PT PKM terus berjalan. Seminggu pascakonflik Orang Rimba terpencar menyelamatkan diri, setelah adanya penyerbuan ke permukiman dan perusakan sudung serta pembakaran sepeda motor mereka.
Aparat keamanan berjanji akan mengambil langkah dan upaya penyelesaian konflik secara persuasif. Dalam pendekatan persuasif yang dilakukan aparat kepolisian, membujuk Orang Rimba yang melepaskan tembakan dan mengenai tiga orang satpam perusahaan untuk menyerahkan diri.
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi yang mendampingi Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) menghormati proses hukum yang berjalan dalam menyelesaikan konflik antara SAD dengan perusahaan perkebunan di Kabupaten Sarolangun, Jambi secara adil dan transparan.
Kepolisian dapat memberikan jaminan keselamatan bagi warga SAD yang ada di Kecamatan Air Hitam, dan proses penyidikan terhadap pelaku penembakan dilakukan secara profesional sesuai aturan hukum yang berlaku, baik hukum adat maupun hukum negara.
KKI Warsi juga mengucapkan terima kasih kepada Polda Jambi dan Polres Sarolangun yang telah berupaya melakukan pemulihan bersama usai terjadinya konflik SAD dengan masyarakat.
Warsi juga mendorong kepolisian, pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk bisa melakukan penyelesaian persoalan secara menyeluruh dan adil.
Manager Program KKI Warsi, Robert Aritonang, melalui keterangan resminya mengatakan, dalam konflik ini, harus dilihat Orang Rimba sebagai korban yang tergusur ruang hidupnya.
Jadi konflik ini adalah puncak dari penindasan dan kesengsaraan yang diderita Orang Rimba akibat perkebunan sawit sehingga mereka kehilangan ruang hidup.
Robert juga mengatakan, selain penyelesaian masalah ini, tidak hanya Orang Rimba yang diusut secara hukum, namun juga pelaku perusakan terhadap sudung atau rumah Orang Rimba dan pembakaran sepeda motor Orang Rimba juga harus diselesaikan secara adil.
"Penghancuran rumah adalah bagian dari kesengsaraan Orang Rimba yang terus berulang, dan perusahaan harus bertanggung jawab atas hal ini semua,” ujar Robert yang juga membantu mendampingi SAD itu.
Selain itu, persoalan psikologis yang dialami Orang Rimba juga harus dilakukan pemulihan, terutama kepada perempuan dan anak-anak. Kondisi yang traumatis ini, pastinya akan semakin mempengaruhi perkembangan dan masa depan Orang Rimba, terutama anak-anak.
"Sehingga harus ada jaminan pemulihan keamanan dan jaminan kehidupan yang setara, sehingga mereka juga bisa tumbuh sebagai bagian dari warga negara,” kata Robert.