Jawab Desakan Lili Pintauli Diusut Terkait Penerimaan Tiket MotoGP, KPK: Belum Terbukti Ada Pelanggaran Etik
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pengusutan dugaan gratifikasi terhadap Lili Pintauli Siregar karena menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika belum bisa dilakukan. Penyebabnya, dia keburu mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK saat sidang etik.
"Dengan tidak adanya sidang maka belum dapat dibuktikan apakah terperiksa terbukti melakukan pelanggaran etik atau tidak. Terlebih jika bicara dugaan pidananya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 13 Juli.
Dia juga menegaskan pengunduran diri Lili sudah sah berdasarkan aturanyang berlaku. Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pemberhentian Pimpinan KPK.
Alasan inilah yang kemudian membuat Dewan Pengawas KPK memutuskan dugaan penerimaan yang dilakukan Lili gugur. Sebab, dia bukan lagi Insan KPK.
"Dengan pengunduran diri Pimpinan KPK Ibu Lili Pintauli Siregar yang telah disetujui Presiden RI, maka statusnya bukan lagi sebagai insan komisi," ujar Ali.
Baca juga:
- Dugaan Pelanggaran Lili Pintauli Dinyatakan Gugur, KPK: Keputusan Dewan Pengawas Sudah Tepat
- Dewas KPK Diminta Teruskan Bukti Penerimaan Gratifikasi Lili Pintauli ke Penegak Hukum Lainnya
- Desak KPK Proses Dugaan Penerimaan Tiket MotoGP Mandalika Lili Pintauli, MAKI: Keras Pada Orang Harus Keras ke Lembaga Sendiri
- Gugurnya Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli Gegara Keburu Mundur dari Wakil Ketua KPK Dinilai Upaya Melindungi
Diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak mendorong Dewan Pengawas KPK melaporkan penerimaan fasilitas menonton MotoGP yang dilakukan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Hal ini penting agar pengusutan dugaan gratifikasi bisa dilakukan. Desakan ini muncul dari sejumlah pegiat antikorupsi, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Dewan Pengawas harus meneruskan bukti-bukti awal yang telah dimiliki kepada aparat penegak hukum jika ada dugaan kuat adanya gratifikasi yang dianggap suap," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 12 Juli.