BPKP Persoalkan Perbedaan Data dalam Proses Audit Perusahaan Sawit

JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang menghimpun data untuk mengaudit industri sawit dan turunannya.

Namun, data yang terkumpul dalam proses audit ini memiliki perbedaan antarinstansi. Salah satunya soal perkebunan sawit rakyat.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, berdasarkan data yang diterima BPKP, tercatat bahwa luas perkebunan sawit rakyat sekitar 42 persen.

Menurut Ateh, data tersebut adalah data tahun 2010.

Berdasarkan perkiraan BPKP, lanjut Ateh, luas perkebunan sawit rakyat diyakini berkurang dari jumlah tersebut. Mengingat ada perbedaan waktu 12 tahun.

"Sampai saat ini tidak ada satu instansi pun yang punya data itu. Ada yang punya data 2010, ada yang punya data 2009 dan tidak ada (data) yang sama. Nanti kami petakan semua," ucap Ateh, dikutip Jumat, 8 Juli.

Karena itu, Ateh mengajak peran aktif kepala daerah yang wilayahnya merupakan penghasil sawit untuk memberikan data-data terkait luas perkebunan sawit.

Ateh menambahkan, hal ini menjadi salah satu upaya mengaudit sawit secara komprehensif.

"Informasi data yang bapak ibu (Bupati anggota AKPSI) kumpulkan masih banyak yang belum masuk. Kita audit akan melihat keseluruhannya, tujuan utama untuk kepentingan negara," ujarnya.

Ateh mengatakan, jika dari hasil audit ditemukan ada perusahaan yang terbukti melanggar dan tidak mau mengganti rugi keuangan negara, masalah tersebut dapat dinaikkan ke proses hukum.

Meski begitu, apa yang menyebut bahwa pihaknya akan terlebih dahulu melakukan penyelesaian terhadap keuangan negara.

"Kami dahulukan untuk menyelesaikan keuangan negara dulu. Pidana baru belakangan kalau enggak mau ganti rugi," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) Yulhaidir mengatakan, para bupati akan mengirimkan data perkebunan sawit kepada BPKP secepatnya.

Lebih lanjut, Yulhaidar mengatakan, data tersebut sudah ada karena seluruh kabupaten/kota sudah memiliki datanya yang dihimpun melalui dinas pertanian dan/atau dinas perkebunan.

"Hari ini sekitar 20 persen lah (data yang telah diberikan). Besok mungkin lebih. Intinya secepatnya (memberi data lahan sawit)," katanya.

Bentuk Tim Audit Tata Kelola Industri Kelapa Sawit

Pemerintah bersama BPKB melakukan proses audit perusahaan kelapa sawit selama tiga bulan. Ruang lingkup audit sawit sangat luas.

Karena itu, BPKP bersama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) membentuk Tim Gabungan Audit Tata Kelola Industri Kelapa Sawit.

Tim ini nantinya akan mengaudit banyak hal, salah satunya adalah lahan.

Pembentukan Tim Gabungan Audit ini merupakan tindak lanjut MoU antara BPKP dengan Kejaksaan Agung dan melaksanakan arahan Presiden Joko Widodo dalam beberapa bulan terakhir yang mengintruksikan BPKP untuk mengawal upaya pembenahan tata kelola industri sawit yang dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Pelaksanaan audit Tata Kelola Industri Kelapa Sawit sangat membutuhkan legal expertise dari Kejaksaan Agung," ujar Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Senin, 27 Juni.

Menurut Ateh, Kejaksaaan Agung merupakan pihak awal yang mengungkap urgensi pembenahan industri kelapa sawit di Indonesia, dan saat ini masih terus melaksanakan penyelidikan/penyidikan terhadap beberapa aktor yang terlibat dalam tata kelola industri tersebut, termasuk perusahaan kelapa sawit.

Upaya pengawalan yang dilakukan oleh BPKP dan Kejaksanaan Agung tentu akan lebih maksimal nilai tambahnya jika dilakukan secara kolaboratif.

Sebab, luasnya ruang lingkup audit tata kelola industri kelapa sawit dan tentu akan melibatkan banyak stakeholders.

Ateh juga menjelaskan mitra (counterpart) pelaksanaan audit dan auditi (pihak yang menjadi obyek audit) berasal dari instansi pemerintah pusat dan daerah.

Ia menyebut, kolaborasi yang telah berjalan dengan Kejaksaan Agung.

Tercatat setidaknya 80 auditor BPKP yang berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung untuk proses terkait audit sawit.

"Setiap hari berkoordinasi, mana yang masuk ukurannya pidana, mana yang masuk restorasi, perdata, kami bergabung semua," ujar Ateh.