Holywings: Antara Kenekatan Berpromosi, Omzet Rp1 Miliar per Malam, dan Nasib Karyawan
JAKARTA – Kontroversi kasus promosi minuman keras (miras) dengan mencatut nama Muhammad dan Maria yang dilakukan beberapa outlet Holywings di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan semakin panas. Kiat promosi yang diunggah di media sosial pada 23 Juni 2022 itu lantas bergulir liar. Mulai tuduhan pelecehan agama hingga tuntutan penutupan Holywings digaungkan, dan akhirnya Holywings di Jakarta benar-benar ditutup.
Laporan pertama yang mampir ke Polda Metro Jaya berkaitan dengan promosi miras yang menggegerkan itu datag dari seseorang bernama Feriyawansyah pada Jumat dini hari 24 Juni. Lewat pengacaranya, Sunan Kalijaga, Feriyawansyah melaporkan promosi Holywings itu sebagai pelecehan agama.
“Saya sudah melaporkan adanya dugaan penistaan agama yang kami duga dilakukan oleh salah satu manajemen kafe yang saat ini sedang viral di media sosial dan media. Kami sangat menyayangkan promo tersebut yang jelas-jelas terpampang nyata melukai hati umat Muslim dan juga umas Nasrani,” kata Sunan Kalijaga seperti dituliskan dalam akun Instagram @sunankalijaga_sh pada 24 Juni.
Manajemen Holywings diduga melanggar Pasal 156 A KUHP tentang penodaan agama, dan Pasal 28 A ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU ITE tentang penyebaran informasi yang dapat memicu kebencian.
Wakil rakyat di DPR RI juga sudah memprotes promosi miras gaya Holywings tersebut. Anggota DPR dari Fraksi PKB, Lukman Hakim mendesak agar kepolisian melanjutkan polemik tersebut ke proses hukum.
“Polisi dapat langsung melakukan proses hukum terhadap pemakaian nama Muhammad dan Maria oleh Holywings untuk promosi minuman keras,” ujar Lukman, anggota Komisi VIII DPR RI lewat akun Twitter @LukmanBeeNKRI, 24 Juni.
Aksi Ormas
Masalah promosi miras Holywings terus melebar, setelah beberapa ormas ikut melancarkan protes. Gerakan Pemuda (GP) Ansor wilayah DKI Jakarta adalah yang pertama bergerak.
“Kami akan konvoi sama kader-kader Ansor dan Banser DKI Jakarta untuk memastikan bahwasanya tidak ada lagi penistaan atau mungkin ya kita nggak tahu kan walaupun sudah dihapus kita nggak tahu apa yang terjadi di dalam Holywings,” ujar Wakil Ketua Umum Pimpinan Wilayah GP Ansor DKI Jakarta, Sofyan Hadi kepada wartawan pada 24 Juni.
Baca juga:
- Soal Anies Baswedan Ubah 22 Nama Jalan di DKI Jakarta: Tak Ada Aturan Baku, Akibatnya Pemerintah Daerah Bisa Suka-Suka
- Ketika Tuntutan Konten Media Sosial Membuat Manusia Mengeksploitasi Kebodohan
- Konservasi Dua Juta Batu Penyusun Candi Borobudur Tidak Murah, tapi Tiket Dikatrol Supermahal Bukanlah Keputusan Tepat
- Khilafatul Muslimin Jadi Bukti Program Deradikalisasi Belum Berhasil
Tak hanya menggelar konvoi, GP Ansor juga menyegel secara sepihak outlet Holywings yang berada di Mal Senayan Park. Padahal Holywings Senayan tidak tercantum dalam e-flyer yang viral di medsos sebagai outlet yang mengadakan program promosi miras gratis bagi pengunjung bernama Muhammad dan Maria.
Ormas Persaudaraan Alumni (PA) 212 juga melancarkan protes. Melalui Sekjennya, Novel Bamukmin, PA 212 mendesak agar Pemprov DKI Jakarta mencabut izin operasional Holywings.
“Kami akan meminta kepada Pemprov DKI untuk mengambil langkah tegas yaitu baik penutupan juga izin operasionalnya,” kata Novel kepada VOI pada 24 Juni.
Setelah GP Ansor dan PA 212, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Pemuda Pancasila (PP), hingga Pengurus Daerah Kolektif Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (PDK Kosgoro) juga menuntut penutupan Holywings.
Keputusan Penutupan
Tanpa perlu waktu lama, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Senin 27 Juni 2022 mengeluarkan keputusan untuk menutup, sekaligus mencabut izin operasional Holywings di Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta. Total ada 12 outlet yang harus ditutup, meskipun tidak semua melakukan promosi miras yang kontroversial tersebut.
Pencabutan izin tersebut berdasarkan rekomendasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta dan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) DKI Jakarta. Yang menarik, penutupan Holywings bukan didasarkan pada kontroversi promosi miras yang viral tersebut atau tudingan pelecehan agama, melainkan masalah pelanggaran perizinan. Holywings disebut belum memenuhi standar Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
KBLI adalah klasifikasi yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan tujuan mengklasifikasikan aktivitas ekonomi Indonesia yang menghasilkan produk, baik dalam bentuk jasa maupun barang berdasarkan lapangan usaha. Holywings disebut melanggar sertifikasi KBLI 56301, yaitu izin usaha bar yang berkonotasi dengan penghidangan minuman beralkohol dan makanan kecil di tempat usaha.
Disebutkan bahwa Holywings hanya memiliki sertifikat KBLI 47221. Sertifikasi ini berlaku untuk penjualan minuman beralkohol dengan cara take away, atau dibawa pulang bukan dikonsumsi di tempat.
“Sedangkan, hasil pengawasan di lapangan, usaha Holywings Grup melakukan penjualan minuman beralkohol untuk minum di tempat yang secara legalitas seharusnya memiliki Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL) golongan B dan C dengan PB-UMKU KBLI 56301. Dari tujuh outlet memiliki Surat Keterangan Pengecer KBLI 47221, bahkan lima outlet lainnya tidak memiliki surat tersebut,” ujar Kepala DPPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo.
Kedua belas outlet Holywings di Jakarta yang akhirnya ditutup Anies Baswedan adalah: Tanjung Duren, Kalideres, Kelapa Gading, Pantai Indah Kapuk (tiga outlet: Dragon, Tiger, dan Holywings), Senayan, Epicentrum, Mega Kuningan, Garrison Kemang, Gunawarman, Gatot Subroto (Pancoran). Sebelum Jakarta, Holywings Bogor yang telah berganti nama menjadi Elvis Cafe yang terletak di Jl. Pajajaran, juga ditutup oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto selama dua pekan mulai 26 Juni.
Belum ada pernyataan dari manajemen Holywings soal penutupan 12 usaha mereka di Jakarta dan Bogor, yang mungkin saja akan merembet ke outlet-outlet lain di Indonesia. Upaya permintaan maaf manajemen Holywings lewat media sosial, plus upaya Hotman Paris Hutapea sebagai salah satu pemodal di Holywings Grup dengan menghadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak membuahkan hasil. Holywings tetap ditutup, tanpa melalui proses pengadilan seperti yang semula dituntutkan. Situs Holywings Grup juga sudah tidak dapat dibuka.
Membesar Berkat Kontroversi
Holywings sebenarnya bukan kali ini tersandung masalah. Pada September 2021 outlet Holywings Kemang di Jakarta Selatan ditutup karena dianggap melanggar protokol kesehatan COVID-19 saat di Jakarta masih diterapkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3. Hanya dalam waktu dua bulan setelah ditutup, bar itu kembali dibuka dengan nama Garrison, yang langsung kembali ramai.
Kontroversi sepertinya selalu lekat seiring perkembangan Holywings, yang dirintis sejak 2014. Pada Maret lalu, promosi lewat pergelaran tinju bernama Holywings Sports Show (HSS) I meledak setelah salah satu petinju yang tampil meninggal usai bertanding. Petinju asal Malang, Hero Tito meninggal usai koma selama lima hari, setelah kalah KO dari James Mokoginta dalam pertandingan HSS I di Holywings Gatot Subroto pada 27 Februari lalu.
Meskipun dibumbui tragedi kematian petinju, promosi Holywings lewat HSS sukses besar. Acara tersebut kemudian dilanjutkan dengan HSS II, yang juga digelar di outlet Gatot Subroto pada 12 Juni lalu. Acara tersebut menampilkan adu tinju artis-artis maupun sosok yang viral di media sosial, seperti Nikita Mirzani hingga putra mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Nicholas Sean.
Menurut sumber VOI yang tidak bersedia disebutkan namanya, HSS II di Holywings Gatot Subroto pada 12 Juni tersebut mendongkrak omzet hingga Rp1,2 miliar dalam semalam. Belum lagi penjualan hak siar yang kabarnya dibeli sebuah penayang saluran streaming sebesar Rp1,4 miliar. Menurut sumber tersebut, omzet rataan Holywings Gatot Subroto dalam semalam berkisar Rp500 juta. Ada sebuah hukum tak tertulis dalam bisnis food and beverage, bahwa keuntungan bersih minimum dari omzet adalah 70 persen.
“Omzet Holywings tiap outlet berbeda-beda, tidak sama. Tapi memang yang paling besar ya yang ada di Jakarta. Jadi dengan penutupan Holywings di Jakarta jelas bikin semua pusing,” ujar sumber VOI tersebut.
Pastinya penutupan Holywings berimbas ke tenaga kerja yang tidak sedikit. Dalam akun Instagram @holywingsindonesia pada 26 Juni, manajemen Holywings menyebutkan bahwa ada 3.000 karyawan ditambah keluarga yang menggantungkan hidup dari pekerjaan sebagai karyawan perusahaan tersebut.
“Karyawan di tempat kami untuk sementara dirumahkan, sampai ada keputusan yang pasti. Kondisi ini jelas memusingkan kami,” kata salah seorang pemodal Holywings Bogor kepada VOI.
Sebagai sebuah usaha di bawah bendera PT Aneka Bintang Gading, Holywings mengusung semboyan Never Stop Flying. Ada empat jenis usaha di bawah bendera Holywings: Holywings Bar, Holywings Club, Holywings Records, dan Holywings Store. Saat ini usaha yang dimodali oleh 65 orang itu memiliki 27 outlet, yang tersebar di beberapa kota Indonesia.
Saat ekonomi Indonesia mulai bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19, penutupan Holywings tentu mengundang konsekuensi kemunculan pengangguran baru. Selain itu alasan penutupan karena perizinan yang tidak beres juga ganjil, karena baru dimasalahkan setelah usaha itu berkembang menjadi 27 outlet bukan ketika baru ada satu atau dua.
Namun ada pula yang menganalisis bahwa penutupan Holywings dipicu oleh persaingan usaha hiburan malam di Jakarta. Di saat sentra hiburan malam di wilayah Kota Jakarta belum sepenuhnya buka, Holywings justru terus mengembangkan sayapnya dengan keramaian pengunjungnya. Menurut rencana, Holywings akan membuka outlet terbaru mereka yang diklaim sebagai klub malam terbesar di Asia Tenggara, yaitu Holywings Bali di kawasan Canggu pada September mendatang.