Bagikan:

JAKARTA – Gebyar ulang tahun DKI Jakarta ke-495 yang jatuh 22 Juni 2022 sebenarnya dimeriahkan banyak acara. Ada Pekan Raya Jakarta, kunjungan gratis ke museum, gratis naik transportasi umum, konser musik di Pulau Tidung, dan banyak lagi. Tetapi semua program itu ternyata kalah bergaung dengan berita soal perubahan nama 22 jalan di Jakarta, yang diumumkan Gubernur Anies Baswedan.

Padahal tahun ini HUT DKI Jakarta yang mengusung tema “Jakarta Hajatan” memiliki slogan mentereng. Slogan itu dituliskan dalam bahasa campur aduk Inggris dan Indonesia, Celebrate Jakarta: Kolaborasi, Akselerasi, dan Elevasi.

“Tema tahun ini kolaborasi, akselarsi, elevasi. Kolaborasi di Jakarta dengan paling banyak private sector, institusi internasional, di kota ini muncul beragam institusi. Kita melakukan pendekatan kolaborasi. Dan kolaborasi yang kita lakukan sudah membawa kemajuan di masyarakat Jakarta. Akselerasi, kita melakukan percepatan agar kemajuan dan pembangunan kota bersama-sama dengan semua pihak ini bisa dirasakan masyarakat. Elevasi. Jakarta sebagai kota, Jakarta diakui oleh kota-kota lain di dunia,” ujar Anies Baswedan memaparkan tema HUT DKI Jakarta 2022, dalam pidatonya di Monas pada Rabu 22 Juni.

Salah satu ruas jalan yang diubah Gubernur Anies Baswedan, Jl. Mpok Nori yang semula bernama Jl. Raya Bambu Apus di Jakarta Timur. (Antara)

Apa pun tema yang diusung, fakta yang terjadi di masyarakat adalah kehebohan perubahan nama 22 jalan. Ada yang setuju, namun ada pula yang tidak. Ketidaksetujuan soal perubahan nama jalan tersebut didasarkan pada kekhawatiran soal keruwetan pengurusan administrasi: KTP, Kartu Keluarga, SIM, BPKB, dan bermacam-macam lagi.

Seperti yang dikeluhkan seorang pengurus RT 04/RW 05 di Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur bernama Kamal.

“KTP berubah, SIM berubah, KK berubah, STNK berubah, BPKB berubah, itu pasti berubah dan butuh waktu dan biaya tentunya mengurus hal itu,” kata Kamal kepada VOI, Rabu 22 Juni.

Menurut Kamal, warganya kerap menanyakan hal tersebut kepadanya. Namun Kamal mengatakan belum dapat menjawab, karena tidak ada pengumuman sebelum perubahan nama jalan diresmikan. Jalan di wilayah Kamal yang berubah adalah Jalan Budaya, yang diganti menjadi Jalan Entong Gendut.

Jaminan Anies Baswedan

Anies Baswedan beralasan bahwa perubahan nama jalan, wilayah, kampong, dan gedung di DKI Jakarta adalah sebagai penghormatan terhadap tokoh-tokoh Betawi yang mempunyai kontribusi besar terhadap Jakarta dan Indonesia.

“Kontribusi masyarakat Betawi di berbagai sektor perlu diabadikan sehingga nampak bagi kita pribadi yang berkontribusi dan harapannya menjadi penginat bagi kita semua bahwa di kota ini telah tumbuh besar pribadi yang disebut nama-nama jalan,” kata Anies kepada VOI di Setu Babakan, Jakarta Selatan pada 20 Juni 2022.

Anies menambahkan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir bakal kesulitan dalam urusan administrative akibat perubahan nama jalan, wilayah, kampung, dan gedung di DKI Jakarta. Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan koordinasi dengan Polda Metro Jaya, Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta, dan pihak-pihak lain yang terkait.

Jl. Mampang Prapatan Raya yang pada 2018 sempat hendak diganti nama menjadi Jl. Jenderal Besar AH Nasution oleh Gubernur Anies Baswedan. (Antara/Reno Esnir)

Koordinasi harus dilakukan sebagai langkah antisipasi dampak perubahan nama terhadap dokumen administrasi kependudukan, kepemilikan properti, maupun kepemilikan kendaraan bermotor.

“Perubahan nama jalan ini sudah dibahas bersama dengan kepolisian, BPN, Dinas Dukcapil dan secara bertahap bisa dengan nama baru. Ini bagian dari ikhtiar kita untuk bisa sama-sama membuat perubahan ini tidak menyulitkan, justru memudahkan,” kata Anies lagi.

Aturan Pemberian Nama Jalan

Di Indonesia sampai detik ini memang tidak ada aturan baku soal pemberian nama jalan, wilayah, kampung, atau gedung. Tidak ada keseragaman, sehingga aturan yang diberlakukan kembali kepada masing-masing pemerintah daerah.

Lantaran tidak ada pola aturan dalam penamaan jalan, kebijakan tersebut menjadi bergantung kepada penguasa daerah, entah waki kota, bupati, atau gubernur. Ada juga daerah yang mewajibkan perubahan nama jalan harus seizin DPRD.

Saat ini pemberian atau perubahan nama jalan di DKI Jakarta didasarkan pada Keputusan Gubernur Nomor 28 tahun 1999 tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Taman, dan Bangunan Umum di DKI Jakarta. Dari Bab IV Pasal 4 peraturan tersebut, ada 10 hal pokok yang harus dipertimbangkan Pemda DKI Jakarta sebelum memberikan nama pada sebuah jalan, yaitu:

  1. Mudah dikenali masyarakat
  2. Menggunakan nama daerah atau lingkungan setempat yang sudah dikenal masyarakat
  3. Penggunaan nama pahlawan dipertimbangkan sesuai sifat kepahlawanannya
  4. Tidak bertentangan dengan kesopanan dan ketertiban umum
  5. Tidak mengubah atau mengganti nama yang sudah tertanam di hati masyarakat dan mempunyai nilai sejarah bagi daerah tersebut
  6. Tidak bersifat promosi atau reklame
  7. Harus disesuaikan dengan kepentingan, sifat, dan fungsi jalan, taman, dan bangunan umum yang bersangkutan
  8. Menggunakan nama jalan, taman, dan bangunan umum yang sejenis dalam kompleks atau lingkungan tertentu
  9. Cabang satu jalan harus menggunakan nama jalan tersebut dengan angka romawi, dengan urutan kecil adalah yang paling dekat Monas dan atau jalan arteri/kolektor/lokal yang terbesar
  10. Khusus untuk lingkungan yang sudah teratur dan tertib serta sudah mempunyai nama jalan, maka penetapan nama jalan tersebut didasarkan pada kondisi nyata di lapangan.
Spanduk sosialisasi perubahan nama Jl. Mampang Prapatan Raya menjadi Jl. Jenderal Besar AH Nasution dicopot petugas setelah rencana tersebut dibatalkan karena ditolak masyarakat pada 2018. (Dok. Kelurahan Pejaten Barat)

Sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2017, Anies Baswedan pernah berencana mengubah nama jalan di wilayahnya. Salah satunya adalah perubahan nama jalan terusan HR Rasuna Said (Mampang Prapatan) hingga pertemuan Warung Buncit dan TB Simatupang di Jakarta Selatan. Pada 2018, Anies mengubah nama jalan yang semula adalah Mampang Prapatan Raya itu menjadi Jenderal Besar AH. Nasution.

Namun rencana tersebut mendapat tentangan, salah satunya dari Sejarawan JJ Rizal.

“Jika Gubernur Anies mendukung perubahan nama jalan, itu disesalkan. AH Nasution adalah salah satu pahlawan nasional. Adalah sebuah kehormatan jika menjadikan AH Nasution sebagai sebuah nama jalan. Namun hal tersebut akan menjadi masalah jika nama tersebut disematkan pada jalan yang sudah punya nama,” ujar Rizal seperti dikutip Kompas.com, 31 Januari 2018.

“Mampang mengacu kepada nama pohon sebagai penanda arti penting memelihara kawasan hijau. Warung Buncit mengacu pada pluralism karena itu nama kampung Betawi, tetapi mengacu kepada warung warga Tionghoa,” kata Rizal melanjutkan.

Rencana perubahan nama jalan Mampang Prapatan Raya dan Warung Buncit menjadi AH Nasution akhirnya dibatalkan. Spanduk-spanduk sosialisasi yang sudah dipasang juga dicopot. Kasus tersebut tentu sangat berbeda dengan perubahan nama jalan di DKI Jakarta yang diumumkan 22 Juni lalu, karena kali ini Anies Baswedan tidak menerapkan sosialisasi ke publik jauh-jauh hari.