BPOM Sosialisasikan Regulasi Terbaru Ekspor Pangan ke China kepada Ratusan UMKM
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia memberikan sosialisasi regulasi terbaru ekspor pangan ke China kepada kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.
Sosialisasi dilakukan dalam webinar yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Beijing dan Konsulat Jendera RI di Guangzhou.
"Sejak kami menerima brafaks (berita faksimili) dari KBRI Beijing tentang Decree 248 dan 249 tahun 2021 dari GACC (Kementerian Kepabeanan China), kami membantu menyosialisasikan kepada para pelaku UMKM," kata Direktur Pengawasan Peredaran Pangan Olahan Badan POM, Ratna Irawati, Antara, Jumat, 24 Juni.
Beberapa poin tentang dua aturan baru tersebut yakni pendaftaran sarana produksi 18 jenis produk pangan yang ditetapkan otoritas China dengan bantuan pihak berkompeten di Indonesia dan sarana produksi didaftarkan secara mandiri di Indonesia melalui laman.
"Kalau sudah disetujui, akan mendapatkan label persetujuan yang akan ditempel pada kemasan produk. Persetujuan tersebut berlaku selama lima tahun dan dapat diperbarui dengan mengajukan permohonan kepada GACC," katanya.
Sampai saat ini, BPOM telah membantu 106 perusahaan mendapatkan akun registrasi daring GACC. Dengan mematuhi aturan pendaftaran yang baru, Ratna berharap tidak akan ada lagi ekspor produk dari Indonesia yang ditolak masuk oleh China.
Dalam webinar yang diikuti ratusan UMKM itu, dia menyebutkan pada 11 Maret 2022 terdapat 104 unit kapal pengangkut (shipment) produk Indonesia yang ditolak masuk oleh otoritas China karena tidak memenuhi syarat sebagaimana yang termaktub dalam Decree 248 dan 249 itu.
"Lalu pada 16 Maret, 64 shipment telah dirilis dan 40 sisanya masih tertahan. Kemudian pada 4 April, masih ada empat shipment yang tertahan," urai Ratna.
Surat keterangan ekspor ke China merupakan yang paling banyak dikeluarkan oleh BPOM pada 2021 dan porsinya mencapai 19,5 persen dari seluruh ekspor Indonesia ke berbagai negara tujuan.
"Pelaku usaha ekspor harus selalu meng-update pengetahuan dan komunikasi dengan buyer dan otoritas yang berkompeten di Indonesia serta harus hati-hati agar tidak terjadi penolakan ekspor," ujarnya mengingatkan.
Sementara itu, Atase Perdagangan KBRI Beijing Marina Novira Anggraini mengatakan bahwa pihak pengekspor akan mengeluarkan biaya tambahan akibat tertahannya kapal pengangkut komoditas ekspor.
Baca juga:
- Korea Utara Mendadak Hentikan Impor Produk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dari China, Ada Apa?
- Pengamat ini Bilang, Nuansa Akomodasi Politik di Reshuffle Terbaru Cukup Nyata
- Produksi Chip Samsung di China Terganggu Akibat Pemogokan Sopir Truk di Korea Selatan
- Turki-Kazakhstan Produksi Bersama Drone Anka, Mampu Jalani Misi Intelijen hingga Penghancuran Lapis Baja
"Yang pasti, pihak eksportir harus mengeluarkan biaya sewa gudang yang tidak sedikit selama proses belum klir. Jangan berspekulasi dengan regulasi baru di China kalau tidak ingin menderita kerugian. Bereskan dulu semua dokumen di Indonesia sebelum melakukan ekspor," katanya.