Penyuap Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin Dituntut 2,5 Tahun Penjara
JAKARTA - Terdakwa penyuap Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, yakni Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin, dituntut hukuman pidana 2 tahun 6 bulan atau 2,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.
"Menjatuhkan pidana (terhadap terdakwa Muara Perangin Angin) berupa pidana penjara 2 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 4 bulan," kata jaksa KPK Zainal Abidin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir Antara, Senin, 6 Juni.
Muara dituntut hukuman tersebut oleh JPU KPK karena dinilai terbukti melakukan suap senilai Rp572 juta untuk mengerjakan 11 paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, pada tahun 2021.
Menurut JPU KPK, hukuman tersebut diberikan karena Muara terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Atas tuntutan itu, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan tim kuasa hukum untuk menyampaikan pembelaan pada pekan depan, Senin (13/6).
Terkait dengan kasus korupsi di Kabupaten Langkat itu, dalam dakwaannya, menurut tim jaksa KPK, uang suap diberikan agar sejumlah perusahaan milik Muara menjadi pemenang tender dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat.
Dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/4), Zainal menjelaskan bahwa uang suap dari Muara kepada Terbit melalui sejumlah pihak.
Baca juga:
Mereka adalah Kepada Desa Balai Kasih, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat Iskandar Perangin Angin, yang juga merupakan kakak kandung Terbit; kontraktor Marcos Surya Abdi; kontraktor Shuhanda Citra; dan kontraktor Isfi Syahfitra.
Pada tanggal 18 Januari 2022, Muara menyerahkan uang sebesar Rp572 juta yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi.
Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan uang itu kepada Marcos untuk Terbit melalui Iskandar. Saat itu mereka diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.