Eks Pejabat Pajak Wawan Ridwan Bantah Kirim Uang Miliaran ke Rekening Anaknya: Tuduhan Jaksa Tak Benar

JAKARTA - Mantan pemeriksa pajak madya pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak Wawan Ridwan membantah telah mengirimkan uang miliaran rupiah ke rekening tabungan anaknya Muhammad Farsha Kautsar.

"Saya sampaikan terkait dengan tuduhan jaksa terhadap saya dan anak saya adalah tidak benar," ucap Wawan saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat dilansir Antara, Senin, 6 Juni.

Dalam pembukaan rekening di Bank Mandiri, lanjut dia, dipersyaratkan adanya NPWP, sedangkan anaknya belum ber-NPWP. Maka, digunakan NPWP-nya sebagai orang tua.

"Sebagai seorang ayah, tidak mungkin saya akan menghancurkan masa depan anak saya dengan memberikan uang dalam jumlah banyak,” tuturnya.

Pada persidangan Selasa (10/5), jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan uang dalam rekening Farsha berjumlah lebih dari Rp8 miliar. Uang ini kemudian disebarkannya, termasuk kepada mantan pramugari bernama Siwi Widi Purwanti.

Dalam surat dakwaan Wawan, Farsha disebut bersama-sama melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) meskipun statusnya sampai saat ini masih sebagai saksi.

Jaksa pun menanyakan tentang kemunculan setoran uang masuk dalam kurun waktu 2019—2021 kepada Farsha saat dia menjadi saksi. Saat itu, Farsha mengaku uang yang masuk berasal dari orang tuanya serta bisnisnya.

Pada hari Senin (30/5), Wawan Ridwan dituntut hukuman pidana penjara selama 10 tahun oleh JPU KPK.

Mereka menilai Wawan terbukti melakukan suap serta gratifikasi bersama eks pemeriksa pajak lainnya bernama Alfred Simanjuntak terkait dengan pemeriksaan wajib pajak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan melibatkan Farsha.

Selain itu, Wawan juga dituntut pidana denda sebesar Rp300 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 5 bulan. JPU KPK menuntut pula pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti sebesar Rp2.373.750.000,00 (dua miliar tiga ratus tujuh puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Apabila uang tersebut tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta benda Wawan dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Namun, jika Wawan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, dia akan dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun.

Menurut JPU KPK, hukuman tersebut karena Wawan terbukti melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP pada dakwaan kesatu.

Berikutnya Pasal 12 B UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP pada dakwaan kedua.

JPU KPK juga menyatakan Wawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP pada dakwaan ketiga.

Selanjutnya, dakwaan keempat, Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.