Dijerat 25 Dakwaan, Pelaku Penembakan Massal di Buffalo New York yang Tewaskan 10 Orang Mengaku Tidak Bersalah
JAKARTA - Pelaku penembakan massal di sebuah supermarket di Buffalo, New York, Amerika Serikat yang menewaskan 10 orang, mengaku tidak bersalah atas 25 dakwaan dalam dokumen yang dikembalikan oleh dewan juri, Kamis.
Terdakwa penembak, Payton Gendron, muncul di pengadilan untuk sidang dakwaan di depan Hakim Pengadilan Erie County Susan Eagan, yang memerintahkan anak berusia 18 tahun itu ditahan tanpa jaminan, media lokal melaporkan. Dia dijadwalkan kembali ke pengadilan pada 7 Juli.
Melansir Reuters 3 Juni, Gendron menargetkan orang kulit hitam, kata pihak berwenang, ketika dia berkendara tiga jam dari rumahnya di dekat Binghamton, New York.
Berbekal senapan semi-otomatis bergaya serbu, Gendron mengumbar tembakan di toko Tops di Buffalo pada 14 Mei lalu. Sebanyak 13 orang tertembak dalam insiden tersebut, dengan 10 di antaranya tewas.
Juri agung mengembalikan 25 dakwaan pada hari Rabu. Hitungan pertama dakwaan, terorisme domestik yang dimotivasi oleh kebencian, menuduh Gendron melakukan serangan "karena ras dan/atau warna kulit orang atau orang-orang tersebut" yang terluka dan terbunuh. Tuduhan itu membawa hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Gendron adalah terdakwa pertama yang menghadapi dakwaan berdasarkan undang-undang kejahatan rasial terorisme domestik New York, kata Jaksa Wilayah Erie John Flynn pada briefing setelah dakwaan.
Undang-undang itu diusulkan setelah penembakan massal yang menargetkan orang-orang Meksiko di sebuah toko Walmart di El Paso, Texas, dan mulai berlaku 1 November 2020.
Selain dakwaan tersebut, Gendron juga menghadapi 10 dakwaan pembunuhan tingkat pertama dan 10 dakwaan pembunuhan tingkat dua, semuanya sebagai kejahatan kebencian. Juri agung, yang memutuskan apakah ada cukup bukti untuk membawa terdakwa ke pengadilan, juga mengembalikan tiga dakwaan percobaan pembunuhan sebagai kejahatan kebencian dan satu dakwaan kepemilikan senjata secara ilegal.
"Ketika Anda mendengar ungkapan itu, lemparkan buku itu ke seseorang. Nah, dalam kasus ini, di sini, terdakwa baru saja mendapat 'War and Peace,' ujar Flynn, merujuk pada novel setebal 1.200 halaman karya Leo Tolstoy.
Tuduhan senjata berasal dari fakta, penembak memodifikasi senapan untuk membawa magasin yang lebih besar, kata Flynn.
Sementara itu, pengacara Gendron mengatakan kepada Reuters, dia mematuhi perintah pengadilan dan tidak memberikan komentar saat ini.
Baca juga:
- Baru Tiba di Tempat Pelatihan, Ratusan Tentara Bayaran Asing Ukraina Tewas Dihantam Senjata Jarak Jauh Rusia
- 100 Hari Invasi: Rusia Duduki 20 Persen Wilayah Ukraina, Presiden Zelensky Berharap Pasokan Senjata Ditingkatkan
- Perayaan Platinum Jubilee, Ratu Elizabeth II Dapat Hadiah Kuda dari Presiden Prancis Emmanuel Macron
- Swedia Bakal Tambah Bantuan Militer untuk Ukraina, Termasuk Rudal Anti-kapal
Diketahui, Gendron menayangkan video serangan itu ke platform media sosial secara real time, setelah mengunggah materi supremasi kulit putih secara online yang menunjukkan, dia mendapat inspirasi dari pembunuhan massal bermotif rasial sebelumnya, kata pihak berwenang.
Penembakan itu, bersama dengan pembantaian sekolah minggu lalu di Uvalde, Texas yang menewaskan 19 anak dan dua guru, telah menyalakan kembali perdebatan nasional yang sudah berlangsung lama mengenai undang-undang senjata AS.