KPK Sebut Tata Kelola Ekspor-Impor Tidak Transparan Rentan Terjadi Korupsi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendampingi Lembaga National Single Window (LNSW) dalam mewujudkan tata kelola ekspor-impor yang transparan, proses bisnis yang sederhana serta layanan yang terintegrasi.
Pendampingan tersebut sebagai upaya untuk meminimalisir titik-titik rawan korupsi pada pelaksanaan ekspor-impor di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam Talkshow Neraca Komoditas bertajuk "Sinergi Wujudkan Indonesia Maju 2045" yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan, Senin 30 Mei.
"Lembaga National Single Window merupakan derivasi dari kebijakan pemerintah menarik investor dan menggenjot pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui kegiatan ekspor-impor yang transparan dan proses bisnis yang sederhana serta layanan terintegrasi," kata Ghufron sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa 31 Mei.
Menurutnya, permasalahan dalam tata niaga ekspor-impor yang tidak transparan dalam memberikan izin, rentan terjadi penyalahgunaan wewenang hingga suap-menyuap yang akan merugikan pelaku usaha.
"Butuh transparansi dalam pemberian izin ekspor-impor untuk memberikan kepastian, baik kepada produsen, pelaku perdagangan maupun negara," ujar Ghufron.
Ia mengatakan proses bisnis perizinan ekspor-impor masih dilakukan secara terkotak-kotak, terpisah, dan tersebar di masing-masing kementerian/lembaga terkait sehingga data komoditas tidak "clear" dan berakibat terjadinya tindak pidana korupsi.
"Catatan KPK 2013 ada suap impor daging lalu 2016 ada di sektor gula supaya dapat impor. Lalu 2017 mengubah regulasi di sektor kesehatan dan peternakan, itu melibatkan suap di dalamnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), KPK bersama Kementerian Perekonomian, LNSW serta kementerian/lembaga terkait tengah berupaya melakukan perbaikan tata kelola ekspor-impor di Indonesia.
Upaya itu diwujudkan dengan membangun sistem nasional data dan informasi ekspor-impor yang disebut Sistem Nasional Neraca Komoditas. Sistem tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua pihak sebagai sarana untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan kebijakan ekspor-impor hingga tidak ada lagi celah bagi pejabat pemerintah maupun pihak swasta untuk melakukan korupsi.
Baca juga:
- Di Depan PKB dan Gerindra, PKS Ajak Partai Lain Gugat Ambang Batas Calon Presiden 20 Persen
- Formappi Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Aktif Segera Dikoreksi
- Kisruh Penetapan Pj Gubernur, Rumah Demokrasi Dorong Pemerintah Bikin Aturan Teknis
- Mendagri Instruksikan Pj Kepala Daerah di Papua Jaga Situasi Keamanan
Adanya neraca komoditas, menurut Ghufron, memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai dasar penerbitan persetujuan impor ataupun persetujuan ekspor, sebagai acuan data produksi dan konsumsi nasional serta sebagai acuan untuk pengembangan industri nasional.
"Neraca komoditas ini harapannya memberikan kepastian sehingga diketahui berapa kebutuhan masyarakat Indonesia atas komoditas tertentu, dan berapa tingkat produksi lokal sehingga pelaksanaan impor jelas alasannya. Jangan sampai impor dilakukan saat panen raya berlangsung," kata Ghufron.
Sampai awal 2022, melalui pengawalan KPK, telah terbit Perpres Neraca Komoditas yang di dalamnya terdapat kesepakatan elemen data ekspor-impor untuk empat komoditas, yaitu beras, gula, daging, dan garam.
"Satu hal yang masih perlu terus dikawal berdasarkan laporan Stranas PK periode lalu adalah implementasi sistem di kementerian/lembaga lain yang belum siap. Kemudian dokumen protokol penyampaian dan pertukaran data serta skema insentif dan disinsentif," tandasnya.