Pengamat: Pencabutan Larangan Ekspor CPO Bikin Petani Bisa Bernapas

JAKARTA - Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengapresiasi keputusan pemerintah untuk mencabut larangan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan bahan baku minyak goreng. Ia menilai, pencabutan larangan tersebut akan menguntungkan petani sawit dan usaha kecil menengah di sektor sawit.

"Yang jelas memberikan nafas kepada petani sawit. Karena dampak dari pelarangan ekspor itu, yang paling terkena dampaknya petani sawit. Petani kecilnya dan usaha kecil menengah di CPO," kata Piter, Senin, 23 Mei.

Lebih lanjut, Piter menjelaskan ketika perekonomian petani sawit membaik maka akan diikuti oleh sektor yang lainnya.

"Pada gilirannya pembebasan ekspor CPO ini akan membantu perekonomian di daerah-daerah di sentra sawit," tuturnya.

Menurut Piter, seharusnya pemerintah berpikir bagaimana mensejahterakan petani sawit kecil terlebih dahulu. Sebab, jika petani sejahtera, roda ekonomi nasional juga akan ikut berputar.

"Pemerintah seharusnya berpikir itu bagaimana mensejahterakan petani sawit. Karena kalau petani sawit sejahtera, perekonomian kita berputar," ucapnya.

Piter mengatakan, kebijakan larangan ekspor CPO sebelumnya cukup memberatkan petani sawit. Karena, mereka terpaksa untuk menjual tandan buah segar (TBS) sawit dengan harga yang murah sebab suplai berlimpah namun tidak didukung permintaan yang besar.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani juga telah mengingatkan bahwa kebijakan larangan ekspor produk CPO dan turunannya akan berdampak pada petani. Karena itu, Puan meminta pemerintah untuk membenahi seluruh tata niaga minyak goreng dari hulu sampai hilir.

"Pemerintah harus membenahi struktur pasar dan struktur industri minyak goreng, termasuk penguasaan dari hulu ke hilir. Hal itu dinilainya bisa menyelesaikan masalah minyak goreng ke depannya," kata Puan.

Jokowi cabut larangan ekspor CPO dan turunanya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan Indonesia akan kembali membuka keran ekspor minyak goreng pada pekan depan.

"Saya memutuskan ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei," kata Jokowi seperti yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 19 Mei.

Jokowi mengatakan keputusan ini diambil dengan mengedepankan beberapa pertimbangan. Pertama adalah makin bertambahnya pasokan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Berdasarkan pengecekan langsung saya di lapangan dan laporan yang saya terima, alhamdulillah, pasokan minyak goreng terus bertambah," ungkap Jokowi.

"Kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah adalah sebesar kurang lebih 194 ribu ton per bulannya dan sebelum dilakukan pelarangan ekspor pasokan kita hanya mencapai 64,5 ribu ton namun setelah pelarangan ekspor di bulan April, pasokan kita mencapai 211 ribu ton per bulan, melebihi kebutuhan nasional bulanan kita," imbuh Jokowi.

Alasan kedua adalah menurunnya harga rata-rata minyak goreng secara nasional."Pada bulan April sebelum pelarangan ekspor harga rata-rata nasional minyak goreng curah berkisar kurang lebih Rp19.800 dan setelah ada pelarangan harga rata-rata nasional menjadi Rp17.200 sampai Rp17.600," jelas Jokowi.

Kemudian, pemerintah juga mempertimbangkan kondisi 17 juta orang tenaga kerja di industri sawit. Sehingga, pemerintah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor yang sebelumnya sudah diberlakukan. Namun, pengawasan ketat akan terus dilakukan sehingga pasokan dalam negeri tetap terpenuhi.

"Meskipun ekspor dibuka, pemerintah akan mengawasi dan memantau dengan ketat untuk memastikan pasokan tetap terpenuhi dengan harga terjangkau," tegasnya.