Petani Sawit Minta Jokowi Benahi Regulasi di Lembaga BPDPKS
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit di kebun milik salah satu perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Selatan (Kalsel). (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Organisasi petani kelapa sawit Indonesia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membenahi regulasi di tubuh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS).

Hal ini seiring dengan dibukanya kembali ekspor minyak goreng.

Adapun organisasi petani kelapa sawit Indonesia tersebut yaitu, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Apkasindo Perjuangan, Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi).

Ketua Umum POPSI Pahala Sibuea menjelaskan, alasan mengapa perlunya pembenahan regulasi, karena pihaknya melihat BPDPKS menjadi salah satu kunci untuk perbaikan pada tata kelola sawit di Indonesia.

"Misalnya ke depan BPDPKS itu harus fokus mendukung kelembagan-kelembagan petani sawit di seluruh Indonesia," katanya dalam keterangan resmi, Jumat, 20 Mei.

Pahala Sibuea juga menyingung selama ini BPDPKS banyak dimanfaatkan hanya untuk kepentingan konglomerat biodiesel.

"Misalnya ini bisa di lihat dari dana BPDPKS sebesar Rp137,283 triliun yang di pungut sejak tahun 2015-2021 mayoritas sekitar 80,16 persen dana itu hanya untuk subsidi biodiesel yang dimiliki oleh konglomerat sawit, sementara petani sawit hanya sebesar 4,8 persen melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum FORTASBI H Narno mengatakan, setelah pencabutan ekspor minyak goreng maka tata kelola sawit juga harus diperhatikan oleh pemerintah.

"Memberikan dukungan kepada kelembagaan petani sawit untuk memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit sampai minyak goreng dengan memanfaatkan beradaan dana sawit yang dikelola oleh BPDPKS," jelasnya.

Di samping itu, Ketua Umum APKASINDO Perjuangan Alpian Arahman berterimakasih kepada Presiden Joko Widodo karena melakukan pencabutan larangan ekspor CPO yang akan berlaku pada tanggal 23 Mei 2022.

Menurut dia, dengan di bukanya Kembali ekpor CPO ini tentunya akan menormalkan tataniaga sawit Tandan

Buah Segar (TBS) petani sawit di seluruh Indonesia, yang sempat mengalami masalah.

"Baik dari sisi harga yang turun drastic di bawah rata-rata 2 ribu rupiah perkilogram dan juga pembatasan pembelian TBS yang di lakukan oleh beberapa perusahaan di wilayah sumatera, Kalimantan dan juga Sulawesi," ucapnya.

Jokowi buka ekspor minyak goreng

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan Indonesia akan kembali membuka keran ekspor minyak goreng pada pekan depan.

"Saya memutuskan ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin, 23 Mei," kata Jokowi seperti yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 19 Mei.

Jokowi mengatakan keputusan ini diambil dengan mengedepankan beberapa pertimbangan. Pertama adalah makin bertambahnya pasokan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Berdasarkan pengecekan langsung saya di lapangan dan laporan yang saya terima, alhamdulillah, pasokan minyak goreng terus bertambah," ungkap Jokowi.

"Kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah adalah sebesar kurang lebih 194.000 ton per bulannya dan sebelum dilakukan pelarangan ekspor pasokan kita hanya mencapai 64.5000 ton namun setelah pelarangan ekspor di bulan April, pasokan kita mencapai 211 ribu ton per bulan, melebihi kebutuhan nasional bulanan kita," imbuh Jokowi.

Alasan kedua adalah menurunnya harga rata-rata minyak goreng secara nasional. "Pada bulan April sebelum pelarangan ekspor harga rata-rata nasional minyak goreg curah berkisar kurang lebih Rp19.800 dan setelah ada pelarangan harga rata-rata nasional menjadi Rp17.200 sampai Rp17.600," jelas Jokowi.

Kemudian, pemerintah juga mempertimbangkan kondisi 17 juta orang tenaga kerja di industri sawit. Sehingga, pemerintah memutuskan untuk mencabut larangan ekspor yang sebelumnya sudah diberlakukan. Namun, pengawasan ketat akan terus dilakukan sehingga pasokan dalam negeri tetap terpenuhi.

"Meskipun ekspor dibuka, pemerintah akan mengawasi dan memantau dengan ketat untuk memastikan pasokan tetap terpenuhi dengan harga terjangkau," tegasnya.