Sejarah Hari Ini, 12 Mei 1962: Pernikahan Bacharuddin Jusuf Habibie dan Ainun Hasri Besari
JAKARTA – Sejarah hari ini, 60 tahun yang lalu, 12 Mei 1962, Bacharuddin Jusuf Habibie dan Ainun Hasri Besari menikah. Akadnya digelar dengan budaya Jawa, sedang resepsinya baru dilaksanakan sehari setelah akad menggunakan budaya Gorontalo di Hotel Preanger, Bandung. Pernikahan itu sangat menentukan perjalanan karier Habibie. Sebab Ainun selalu setia mendampingi Habibie dalam suka dan duka. Dari menjadi mahasiswa di Jerman, menjabat Menteri Riset dan Teknologi, hingga Presiden Indonesia.
Benih-benih cinta Habibie dan Ainun telah tumbuh semenjak keduanya masih berstatus sebagai anak sekolah. Habibie telah memperhatikan gerak-gerik Ainun. Begitu pula sebaliknya. Intensitas perjumpaan yang tinggi jadi muaranya. Apalagi setelah keduanya kembali bersekolah di sekolah yang sama saat SMA: SMA Kristen Dago, Bandung.
Keduanya acap kali jadi bintang di kelas. Habibie pintar dalam bidang ilmu pasti. Sedang Ainun pintar dalam segala bidang. Prestasi itu membuat guru-guru di sekolahan sering kali menjodohkan keduanya. Kelakar yang sering keluar adalah ketika keduanya jadi suami istri, maka anak-anaknya akan ikutan pintar.
Namun, komunikasi intens itu harus berakhir. Keputusan Habibie untuk kuliah dan berkerja di Jerman ada di baliknya. Pun saat itu, Ainun sendiri telah memutuskan melanjutkan pendidikannya dengan berkuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Jodoh tak kemana. Itulah kata-kata yang dikenang Habibie. Ia yang sedang cuti bekerja segera kembali ke Indonesia. Keduanya pun bertemu kembali. Perjumpaan itu terjadi di Jakarta. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Habibie terpesona melihat paras dari Ainun. Tak lama setelahnya, mereka pacaran. Setelahnya, Habibie memberanikan diri melamar Ainun.
“Begitulah, pertemuan kembali insan ini telah memekarkan perasaan cinta yang lama terpendam. Mereka berjanji untuk saling bertemu dan merindukan satu sama lain. Malam hari pacaran mereka lewati dengan begitu indahnya di dalam becak dengan tirai tertutup, meskipun sebenarnya tidak hujan. Cinta kedua insan itu berakhir dengan sebuah lamaran dari pihak keluarga Habibie. Untuk melukiskan betapa gejolak kebahagiaan setelah lamarannya diterima dilukiskan oleh S. Sapiie.”
“Ia kemudian hari Prof. Dr dan mantan Rektor ITB Bandung mendengar ucapan pertama Habibie yang ditemuinya di depan kampus ITB ketika itu dalam Bahasa Belanda yang antusias. Saya akan menikah. S. Sapiie kaget dibuatnya dan dengan berkelakar ia bertanya: siapa yang kurang beruntung tersebut? Dalam bahasa Belanda ‘ Wie is de ongelukkige? Habibie menjawab Hasri Ainun Besari,” ungkap Makmur Makka dalam buku Mr. Crack dari Pare-Pare (2018).
Tanggal 12 Mei 1962 jadi hari spesial keduanya. Mereka melangsungkan pernikahan. Akadnya berlangsung dengan budaya Jawa di Rangga Malela. Lalu, resepsinya digelar dengan adat Gorontalo sehari setelah akad di Hotel Preanger.
Keduanya senang bukan main. Suka duka pernikahan segera dirasanya. Apalagi Habibie dan Ainun harus hidup di negara yang notabene negeri orang: Jerman. Segala tantangan pun berhasil dilalui keduanya. Suka duka itulah yang membuat Ainun salalu setia mendampingi suaminya. Dari menjadi mahasiswa hingga Presiden Indonesia pada kemudian hari.
“Mereka menikah 12 Mei 1962 dan Ilham putra pertama mereka lahir tahun 1963 di Jerman, karena setelah menikah Ainun langsung diboyong ke Jerman. Di situ mereka hidup dalam rumah tangga anak muda, berpahit-pahit karena penghasilan Rudy sebagai mahasiswa tingkat doktoral masih sangat kecil. Pemasukan harus pula disisihkan sebagian untuk ditabung.”
“Masa itulah masa berat mereka di awal-awal pernikahan. Ketika harus pergi ke Belanda, jaraknya dari Aachen sangat dekat, Habibie meminta tolong untuk membelikan kereta dorong bayi karena harga di Belanda masih sangat murah,” ungkap Wardiman Djodjonegoro dalam buku Sepanjang Jalan Kenangan (2016).
Pernikahan Presiden ke-3 Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie dengan Ainun Hasri Besari menjadi catatan peristiwa sejarah hari ini.