Pengusaha di Mal Tetap Minta Gaji Karyawannya Ditanggung Anies, meski Sudah Kembali PSBB Transisi
JAKARTA - Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Transisi jilid II mulai berlaku hari ini, Senin 12 Oktober. Restoran dan kafe sudah boleh melayani pengujung untuk makan di tempat atau dine-in. Meski begitu, pengusaha di mal atau pusat perbelanjaan tetap ingin gaji karyawannya ditanggung pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, bahwa bantuan tunai kepada perusahaan untuk membayar gaji karyawan sangat penting di masa sulit akibat pandemi COVID-19 ini.
Budi berujar, jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan kembali turun karena kebijakan PSBB ketat yang diberlakukan Pemprov DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Padahal di bulan Agustus dan September pengelola dan pengusaha di mal tengah berupaya meningkatkan kunjungan untuk memulihkan bisnis mereka.
Lebih lanjut, dia mengatakan, penurunan ini sangat sulit dipulihkan dalam waktu dekat, meskipun Pemprov telah mengizinkan restoran dan kafe untuk melayani dine-in. Paling tidak dibutuhkan waktu satu hingga dua bulan untuk meningkatkan kunjungan.
Tak hanya itu, Budi berujar, kebijakan PSBB ketat yang melarang dine-in membuat kas perusahaan habis. Karena itu, bantuan uang untuk membayar gaji karyawan dapat menyelamatkan perusahaan sekaligus karyawan dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kas perusahaan sudah tidak ada, kami perlu dibantu. Dimodalin dulu lah bahasanya. Cash flow perushaan kan perlu waktu untuk berputar 3 bulan. Bantu gaji karyawan saja dulu. Pengusahanya ditolong dulu supaya karyawan bisa bekerja. Sehingga perusahaannya masih bisa berpikir inovasi baru menciptakan lapangan kerja," katanya, saat dihubungi VOI, Senin, 12 Oktober.
Menurut Budi, jika pemerintah tak segera membantu cash flow perusahaan dengan memberikan bantuan gaji karyawan, akan banyak perusahaan yang tutup. Akibatnya, akan terjadi PHK massal dan menyebabkan kenaikan jumlah pengangguran.
"Kalau perusahaannya sudah tak sanggup bayar (gaji), gimana (karyawan) mau kerja," jelasnya.
Budi mengatakan, selain meminta bantuan gaji untuk karyawan, pihaknya juga sudah berkirim surat pada Pemprov DKI. Salah satu yang diminta adalah insentif perpajakan.
"Kami juga sudah sampaikan surat-surat untuk meminta insentif perpajakan yang sifatnya yang bisa meringankan, atau diangsur. Kemarin PBB kami ajukan, dari Pemda DKI sudah (boleh) diangsur tiga kali, itu sudah membantu lah dibanding tidak bisa (diangsur)," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menegaskan, PSBB transisi tidak membuat kondisi lebih baik. Sebab, yang berbeda hanya restoran dan kafe boleh melayani dine-in.
Baca juga:
Alphonzus juga mengatakan, tidak ada khusus di masa PSBB transisi ini. Karena, selama ini pusat perbelanjaan masih tetap buka. Selama ini, pusat perbelanjaan telah menujukkan keseriusan dalam pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat, disiplin dan konsisten.
"Komitmen ini akan terus dipertahankan selama masa PSBB Transisi agar supaya masyarakat dapat berbelanja dengan aman dan sehat," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Eatwell Culinary Indonesia yang membawahi Ta Wan, Andrias Chandra menyambut baik keputusan Pemprov DKI Jakarta yang mengizinkan kembali restoran untuk melayani dine-in.
Terkait dengan kebijakan baru PSBB transisi di mana restoran maupun kafe perlu melakukan pendataan terhadap karyawan dan pengunjung, Andrias mengaku, akan mempelajari terlebih dahulu. Sebab, aturan mengenai hal ini baru disampaikan kemarin sore.
"Nanti ami pelajari dan persiapkan dulu. Maksudnya memang baik untuk contact tracing. Tinggal penerapan aturannya saja," jelasnya.
Kebijakan Baru PSBB Transisi
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta melonggarkan kebijakan rem darurat di Ibu Kota dan akan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada mulai hari ini. Di masa transisi ini, ada kebijakan baru yang wajib dipatuhi semua pihak.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, kebijakan baru yang diterapkan adalah pendataan pengunjung dan karyawan dalam sektor yang dibuka. Pendataan dapat menggunakan buku tamu (manual) ataupun aplikasi teknologi yang telah berkolaborasi dengan pemerintah untuk memudahkan analisis epidemiologi khususnya contact tracing (pelacakan kontak erat) terhadap kasus positif.
Adapun 11 sektor esensial yang diizinkan dibuka di masa PSBB transisi, yakni kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu, dan/atau kebutuhan sehari-hari.
"Informasi yang harus tersedia dalam pendataan yaitu nama, nomor telepon, dan nomor induk kependudukan (NIK)," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Minggu, 11 Oktober.
Pusat perbelanjaan atau mal, serta restoran, rumah makan, ataupun kafe merupakan salah satu jenis usaha dalam sektor esensial yang diizinkan. Saat PSBB Transisi ini, mereka diizinkan untuk dine in pada pukul 06.00-21.00 WIB.
Adapun aturan untuk restoran atau pusat perbelanjaan hanya diizinkan untuk melayani 50 persen dari kapasitas pengunjung. Jarak antar meja dan kursi minimal 1,5 meter untuk pemilik tenant atau restoran.
Pelayan diharuskan memakai masker, face shield, dan sarung tangan. Sedangkan restoran yang memiliki izin TDUP live music/pub dapat menyelenggarakan live music dengan pengunjung duduk di kursi berjarak, tidak berdiri dan/atau melantai, serta tidak menimbulkan kerumunan.
Aturan itu didasari Pergub No 101 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Pergub No 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Aturan ini diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 9 Oktober 2020.