Firli Bahuri: Korupsi Terjadi karena Kesempatan dan Kebutuhan
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan praktik korupsi terjadi karena dua hal yaitu faktor internal yang dipengaruhi pribadi dan individu serta karena kesempatan dan kebutuhan.
Hal ini disampaikannya saat membuka kegiatan bertajuk 'Ukur Risiko Korupsi di Instansi Melalui SPI' yang digelar secara daring, Rabu, 27 April.
"Bahwa korupsi sebenarnya dipengaruhi oleh dua hal. Pertama adalah faktor internal pribadi dan individu. Kenapa saya katakan demikian karena sesungguhnya di dalam teori disebutkan orang melakukan korupsi karena ada keserakahan, keserakahan muncul dari individu," kata Firli seperti dikutip dari YouTube KPK RI.
"Yang kedua, korupsi itu terjadi karena ada kesempatan. Kesempatan datang karena kekuasaan dan kesempatan itu juga ada dalam individu kita masing-masing. Yang terakhir, korupsi juga terjadi karena kebutuhan. Itu pun tidak lepas dari faktor internal," imbuhnya.
Selain faktor yang disebutkan itu, sebenarnya ada sejumlah faktor lainnya sehingga perlu kajian lebih dalam. Tujuannya untuk memperbaiki sistem yang ada demi menutup celah korupsi.
"Seketika sistem itu baik, tentulah tidak ada peluang dan celah untuk melakukan korupsi. Tetapi seketika sistem yang dibangun ada kegagalan, kelemahan, ataupun keburukan maka itu bisa terjadi korupsi," ungkap eks Deputi Penindakan KPK tersebut.
Firli juga memaparkan setidaknya ada lima titik rawan korupsi. Pertama tekait penggunaan fasilitas kantor yang tidak tepat untuk kepentingan pribadi bukan dinas.
"Kedua adalah reformasi birokrasi khususnya terkait dengan jual beli jabatan, mutasi, dan demosi," ujarnya.
Baca juga:
Berikutnya, titik rawan terjadinya korupsi adalah terkait dengan pelayanan publik yang kerap terjadi suap maupun gratifikasi.
"Kelima, tentulah yang terkait dengan trading inplouns yang tentunya juga ini sangat membahayakan. Karena bisa saja tindak pidana korupsi terjadi karena peran besar daripada penguasa, pada aparatur penyelenggara negara, para aparat penegak hukum yang berpengaruh," jelas Firli.
Dengan berbagai titik rawan ini, KPK berupaya melakukan pemberantasan korupsi melalui metode trisula yaitu pendidikan masyarakat, pencegahan, dan penindakan. Berikutnya, KPK juga mengukur titik rawan korupsi dengan menggunakan Survei Penilaian Integritas (SPI).
"Kita sama-sama bergerak untuk melakukan perbaikan sistem dengan memanfaatkan hasil survei penilaian integritas," katanya.
"Jangan pernah ada lagi sitem yang membuat celah dan peluang untuk terjadinya korupsi. Jangan juga pernah lagi terjadi lagi terjadi sistem yang ramah terhadap praktik-praktik korupsi," pungkas Firli.