Berkaca dari Konflik Rusia-Ukraina: Taiwan Gelar Latihan Militer Terbesar Tahun Ini, Simulasikan Invasi China

JAKARTA - Taiwan akan memanfaatkan pelajaran dari perang di Ukraina dalam latihan militer utamanya tahun ini, dengan fokus pada perang asimetris dan kognitif serta penggunaan cadangan saat berlatih melawan serangan China, kata seorang perwira tinggi, Rabu.

Taiwan, yang diklaim oleh China sebagai wilayahnya sendiri, telah meningkatkan tingkat kewaspadaannya sejak invasi Rusia ke Ukraina, mewaspadai Beijing akan melakukan langkah serupa terhadap mereka, meski telah melaporkan tidak ada tanda-tanda ini akan terjadi.

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari perang telah diperdebatkan secara luas di Taiwan, dan didiskusikan dengan Amerika Serikat, menurut Menteri Pertahanan Taiwan.

Lin Wen-huang, kepala departemen operasi gabungan Kementerian Pertahanan Taiwan, mengatakan latihan Han Kuang tahun ini, yang mensimulasikan invasi China dan merupakan latihan perang tahunan terbesar Taiwan, akan "mengambil pengalaman" dari perang Ukraina.

"Tentu saja, kami akan terus mencermati perang Rusia-Ukraina dan pergerakan militer Komunis China, dan akan melakukan latihan," katanya kepada wartawan, melansir Reuters 27 April.

"Dengan mempertimbangkan pelajaran dari perang Rusia-Ukraina, militer akan terus maju untuk meningkatkan penggunaan perang asimetris, perang kognitif, operasi perang informasi dan elektronik, dan penggunaan cadangan dan kekuatan penuh bangsa," terangnya.

Ilustrasi latihan pasukan khusus Taiwan. (Wikimedia Commons/總統府)

Taiwan sendiri diketahui telah mereformasi kekuatan cadangannya, untuk membuat mereka lebih efektif dalam pertempuran, tugas yang diberikan lebih mendesak oleh perang Ukraina.

Diketahui, Rusia mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina pada 24 Februari dalam apa yang disebutnya "operasi khusus" untuk menurunkan kemampuan militernya dan membasmi apa yang disebutnya nasionalis berbahaya.

Pasukan Ukraina telah melakukan perlawanan keras dan Barat telah memberlakukan sanksi besar-besaran terhadap Rusia dalam upaya untuk memaksanya menarik pasukannya.

Perang kognitif mengacu pada bagaimana informasi dapat memengaruhi moral, sesuatu yang Taiwan katakan sudah dihadapinya dari China. Sementara, perang asimetris adalah tentang mengerahkan senjata yang sangat mobile dan terkadang berteknologi rendah yang sulit dihancurkan, tapi dapat memberikan serangan presisi.

Amerika Serikat, pendukung internasional terpenting dan pemasok senjata Taipei, juga telah menyaksikan dampak strategis bagi Taiwan dari perang Ukraina, dan mempertimbangkan bagaimana pulau itu harus mempersiapkan diri untuk invasi oleh China.

Washington telah membantu melatih personel militer Taiwan, meskipun jarang dipublikasikan. Sejumlah kecil pasukan AS berada di Taiwan untuk berlatih dengan tentara Taiwan, kata Presiden Tsai Ing-wen dalam sebuah wawancara dengan CNN pada Bulan Oktober.

Sementara itu, China telah menolak perbandingan apa pun antara Ukraina dan Taiwan, dengan mengatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan bukan negara merdeka. Kendati, China telah meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan selama dua tahun terakhir ini.

Adapun Taiwan menolak klaim kedaulatan China dan mengatakan hanya penduduk pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.