Kawal Kasus Novia Widyasari, Komnas Perempuan Serahkan Surat Rekomendasi ke PN Mojokerto

JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) menyerahkan surat rekomendasi terkait kasus aborsi kandungan Novia Widyasari Rahayu (23) yang menjerat pecatan polisi Randy Bagus Hari Sasongko ke Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto Jawa Timur.

Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum FH UB Yenny Eta Widyanti mengatakan, surat rekomendasi itu diserahkan ke PN Mojokerto melalui Tim Advokasi Keadilan untuk Novia Widyasari pada Senin 18 April. Penyerahan bersamaan dengan Amicus Brief dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Dalam pengajuan surat rekomendasi tersebut, lembaga negara independen untuk melindungi hak perempuan itu menjabarkan tentang Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan yang terdiri dari 4.322 kasus terdokumentasi pada 2021, dengan jumlah kasus kekerasan tertinggi di ranah KDRT/relasi personal sebanyak 2.527 kasus.

"Termasuk kekerasan dalam pacaran. Salah satu kasus yang diadukan dan diterima Komnas Perempuan adalah kasus Novia Widyasari," kata Yenny dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu 23 April.

Komnas Perempuan berpendapat korban almarhum saudari Novia Widyasari Rahayu telah menjadi korban kekerasan dalam relasi pacaran berbentuk kekerasan seksual dan psikis, terutama pada eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi, dalam rentang waktu yang berulang.

Sebab itu, Komnas Perempuan mendorong Ketua PN Mojokerto, khususnya Majelis Hakim yang memeriksa perkara Novia Widyasari agar memandang kerentanan, kesengsaraan, dan penderitaan almarhum saudari Novia hingga menyebabkan korban memutuskan mengakhiri hidupnya.

Lebih lanjut, Komnas Perempuan mendesak Majelis Hakim memberikan keadilan terhadap almarhum saudari Novia sebagai perempuan korban kekerasan, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) terutama pasal 2 huruf (c) yang memberikan perlindungan hukum bagi perempuan korban di lingkungan hukum Nasional.

"Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum juga memandatkan hakim untuk mempertimbangkan posisi rentan perempuan sebagai korban kekerasan," sambung Yenny.

Selanjutnya, Komnas Perempuan juga mendorong Majelis Hakim agar menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 347 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling lama dua belas tahun.