Inggris Jatuhkan Sanksi Terhadap Jenderal Rusia, Termasuk Komandan yang Diduga Terlibat Pembantaian Bucha

JAKARTA - Inggris menjatuhkan 26 sanksi baru yang menargetkan jenderal militer Rusia yang dinilai bertanggung jawab dalam kekejaman di Ukraina, serta individu dan bisnis yang mendukung angkatan bersenjata Rusia.

"Gelombang sanksi baru hari ini menghantam para jenderal dan perusahaan pertahanan yang berlumuran darah," kata Menteri Luar Negeri Liz Truss dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 21 April.

Inggris, yang telah berusaha memainkan peran sentral dalam tanggapan Barat terhadap invasi Moskow ke Ukraina, telah menetapkan ratusan sanksi, seperti pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap miliuner dan politisi Rusia terkemuka termasuk Presiden Vladimir Putin.

Sanksi terbaru termasuk pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap Azatbek Omurbekov, seorang komandan tentara Rusia yang menurut Pemerintah Inggris terlibat dalam 'pembantaian Bucha'.

Inggris mengatakan sanksi barunya juga menargetkan Kalashnikov Concern, pembuat peralatan tentara yang senjatanya telah digunakan oleh tentara Rusia di Ukraina; Perusahaan Industri Militer, pemasok utama senjata dan peralatan militer ke Rusia hingga perusahaan leasing terbesar Rusia GTLK.

Ukraina dan sebagian besar negara barat utama menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Bucha selama beberapa minggu ketika kota utara itu berada di bawah pendudukan Rusia.

Gambar warga sipil yang tewas yang muncul setelah pasukan Rusia mundur, memicu kegemparan internasional dan menyebabkan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia oleh Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa.

Sementara, Rusia membantah tuduhan mereka membunuh warga sipil di Bucha, menyebut rekaman dan foto-foto mayat sebagai "pertunjukan yang dipentaskan" oleh Kyiv.

Kantor Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris mengatakan telah menyimpulkan, serangan Rusia terhadap gedung-gedung pemerintah Ukraina, sekolah dan rumah sakit sejak 10 Maret disengaja berdasarkan, antara lain, jenis sasaran sipil yang diserang, frekuensi serangan dan volume amunisi yang digunakan.

Awal pekan ini, Ukraina mengatakan fase kedua perang telah dimulai dengan 'Pertempuran Donbas' di timur negara itu, setelah gagal merebut ibu kota Kyiv dan dipaksa mundur dari utara.

Diketahui, Rusia menyebut serangannya sebagai operasi militer khusus untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina. Adapun Kyiv dan sekutu Baratnya menolak itu sebagai dalih palsu untuk perang agresi ilegal.