Tegaskan Keprihatinan Invasi Rusia ke Ukraina saat Misa Paskah, Paus Fransiskus: Tolong, Jangan Sampai Terbiasa Perang

JAKARTA - Paus Fransiskus secara implisit mengkritik Rusia karena menyeret Ukraina ke dalam konflik 'kejam dan tidak masuk akal', mendesak para pemimpin untuk berjuang demi perdamaian saat ia menandai apa yang disebutnya 'Easter War' pada Misa Paskah Hari Minggu.

Paus menyampaikan hal tersebut dalam pidato 'Urbi et Orbi' kepada sekitar 100.000 orang di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Itu adalah Paskah pertama sejak 2019, publik diizinkan masuk ke alun-alun untuk mendengarkan pidato dua kali setahun setelah dua tahun pembatasan COVID-19.

Fransiskus mendedikasikan sebagian besar pesannya ke Ukraina, membandingkan kejutan perang lain di Eropa dengan kejutan para rasul, ketika Injil mengatakan bahwa mereka melihat Yesus yang bangkit.

"Mata kami juga tidak percaya pada perang Paskah ini. Kami telah melihat terlalu banyak darah, terlalu banyak kekerasan. Hati kami juga dipenuhi ketakutan dan kesedihan, seperti yang dialami oleh banyak saudara dan saudari kita mengunci diri agar aman dari pengeboman," ujarnya melansir Reuters 17 April.

"Semoga ada perdamaian untuk Ukraina yang dilanda perang, yang begitu tersiksa dengan kekerasan dan penghancuran perang yang kejam dan tidak masuk akal yang menyeretnya," harapnya.

Paus Fransiskus saat Misa Paskah. (Sumber: Vaticannews)

Diketahui, Moskow menggambarkan aksi yang diluncurkan pada 24 Februari sebagai operasi militer khusus, menargetkan demiliterisasi dan denazifikasi tetangganya tersebut.

Paus Fransiskus, yang tidak menyebut nama Rusia, telah menolak terminologi itu, menyebutnya perang dan sebelumnya menggunakan istilah-istilah seperti agresi dan invasi yang tidak dapat dibenarkan.

"Biarlah ada keputusan untuk perdamaian. Semoga ada akhir dari kelenturan otot sementara orang-orang menderita," tutur Paus Fransiskus pada hari Minggu, melanjutkan ucapan terima kasih kepada mereka yang telah menerima pengungsi dari Ukraina, yang sebagian besar telah pergi ke Polandia.

Awal bulan ini di Malta, Paus Fransiskus secara implisit mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasi tersebut, dengan mengatakan seorang 'penguasa' mengobarkan konflik untuk kepentingan nasionalis.

Dalam kesempatan tersebut, Paus Fransiskus kembali mengangkat momok perang yang mengarah ke konflik nuklir, sesuatu yang telah dia bicarakan beberapa kali sejak invasi Rusia dimulai.

Kali ini, dia mengutip manifesto tahun 1955 oleh filsuf Bertrand Russell dan fisikawan Albert Einstein: "Haruskah kita mengakhiri ras manusia, atau akankah umat manusia meninggalkan perang?"

Paus Fransiskus saat menyapa umat. (Sumber: Vaticannews)

"Tolong, jangan sampai kita terbiasa berperang," sebut Paus Fransiskus sambil menatap alun-alun yang dihiasi puluhan ribu bunga sumbangan Belanda.

"Mari kita semua berkomitmen untuk memohon perdamaian, dari balkon kita dan di jalan-jalan kita. Semoga para pemimpin negara mendengar permintaan orang untuk perdamaian."

"Saya menyimpan di hati saya semua banyak korban Ukraina, jutaan pengungsi dan orang-orang terlantar, keluarga yang terbagi, orang tua dibiarkan sendiri, kehidupan hancur dan kota-kota diratakan dengan tanah," pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam kesempatan ini Paus sempat berkeliling 'menyapa' kerumunan umat di alun-alun dan jalan terdekat, sambil duduk di mobil Paus putih terbuka.

Paus juga menyerukan rekonsiliasi antara Israel dan Palestina dan di antara orang-orang Lebanon, Suriah, Irak, Libya, Myanmar, dan Republik Demokratik Kongo, yang akan dia kunjungi pada Bulan Juli.