Gelar Operasi Klandestin Berkedok Diplomat, Prancis Nyatakan Enam Mata-mata Rusia Persona Non Grata

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Prancis pada Hari Senin menyatakan enam agen Rusia yang menyamar menjadi diplomat sebagai persona non grata, setelah penyelidikan oleh dinas intelijen domestik menyimpulkan mereka bekerja melawan kepentingan nasional Prancis.

"Menyusul penyelidikan yang sangat panjang, Direktorat Jenderal Keamanan Dalam Negeri (DGSI) mengungkapkan pada Hari Minggu 10 April, sebuah operasi rahasia yang dilakukan oleh dinas intelijen Rusia di wilayah kami," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, tanpa menjelaskan lebih lanjut, melansir Reuters 12 April.

"Enam agen Rusia yang beroperasi di bawah perlindungan diplomatik dan yang aktivitasnya terbukti bertentangan dengan kepentingan nasional kami, telah dinyatakan sebagai persona non grata," ungkap pernyataan itu.

Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengucapkan selamat kepada staf DGSI di Twitter, karena menghalangi operasi tersebut. Dia tidak memberikan rincian tentang sifat misi. Pun demikian Kementerian Kuar Negeri juga menolak memberikan rincian.

Dengan tidak adanya Duta Besar Rusia di Paris, diplomat nomor duanya telah dipanggil untuk penjelasan mengenai alasan pengusiran, kata Kementerian Luar Negeri.

"Rusia akan merespon sesuai," tegas juru bicara kementerian luar negeri Maria Zakharova seperti dikutip kantor berita TASS.

Sebelumnya, Prancis awal bulan ini mengusir 35 orang Rusia dengan status diplomatik sebagai bagian dari langkah Eropa yang lebih luas, mengatakan agen-agen itu telah bekerja melawan kepentingan Prancis.

Terlepas dari beberapa kritik, Presiden Emmanuel Macron telah berusaha untuk mempertahankan dialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Dia berbicara secara teratur dengan Presiden Putin, sebagai bagian dari upaya untuk mencapai gencatan senjata di Ukraina, memulai negosiasi yang kredibel antara Kyiv dan Moskow.

Diketahui, Ketegangan, bagaimanapun, telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir dengan Duta Besar Rusia dipanggil tiga kali, termasuk dua kali karena tweet oleh kedutaannya yang digambarkan Prancis sebagai tidak dapat diterima.