MA Potong Hukuman Koruptor, KPK: Ada Perbedaan Pandangan Soal Korupsi
JAKARTA - Mahkamah Agung memotong masa hukuman eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memahami jika pengajuan Peninjuan Kembali (PK) adalah hak terpidana, seperti yang ditentukan dalam undang-undang.
Meski begitu, lembaga ini tetap menyoroti fenomena pemotongan masa hukuman bagi koruptor oleh Mahkamah Agung.
Sebab, munculnya tren memotong masa tahanan bagi para koruptor mengindikasikan adanya perbedaan visi dan komitmen antar aparat penegak hukum terkait tindak pidana korupsi.
"Bagi KPK ini cerminan belum adanya komitmen dan visi yang sama antar aparat penegak hukum dalam memandang bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa," kata Ali Fikri kepada wartawan melalui keterangan tertulisnya, Kamis, 1 Oktober.
Dia juga menegaskan, KPK menghormati putusan yang dijatuhkan MA akhir-akhir ini, terutama terkait Peninjauan Kembali. Namun, dia mengingatkan, masyarakat akan mengambil peran megawasi dan menilai rasa keadilan dari tiap putusan yang ada.
"Pada gilirannya masyarakat juga akan ikut mengawal dan menilai rasa keadilan pada setiap putusan majelis hakim tersebut maupun terhadap kepercayaan MA secara kelembagaan," tegasnya.
Diketahui, Mahkamah Agung memotong masa hukuman eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dari 14 tahun penjara menjadi delapan tahun dalam kasus Hambalang.
"Menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan," kata Juru Bicara Andi Samsan Nangro kepada wartawan, Rabu, 30 September.
Baca juga:
Adapun Majelis Hakim Agung Peninjauan Kembali (PK) diketuai oleh Sunarto dan didampingi oleh Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin sebagai hakim anggota, juga menjatuhkan pidana tambahan untuk Anas.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Anas Urbaningrum berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahu terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok," imbuhnya.
Andi kemudian menjelaskan alasan permohonan PK dengan dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan dengan sejumlah pertimbangan.
Sebelum Anas, lembaga peradilan ini juga memotong masa hukuman dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri yang terjerat dalam kasus megakorupsi e-KTP yaitu eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Sugiharto.
Dalam putusan Peninjauan Kembali, hukuman Irman dipotong dari 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Sedangkan, Sugiharto hukumannya berkurang dari 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara.
Masa hukuman keduanya dipotong karena Irman dan Sugiharto ditetapkan sebagai justice collaborator oleh KPK. Selain itu, Sugiharto dinilai bukan pelaku utama dan telah memberikan bukti signifikan dalam kasus korupsi tersebut.