JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas Urbaningrum. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat yang sebelumnya divonis 14 tahun penjara dipotong atau disunat menjadi 8 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah denda Rp 300 juta subsider tiga bulan," kata Juru Bicara Andi Samsan Nangro kepada wartawan, Rabu, 30 September.
Adapun Majelis Hakim Agung Peninjauan Kembali (PK) diketuai oleh Sunarto dan didampingi oleh Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin sebagai hakim anggota, juga menjatuhkan pidana tambahan untuk Anas.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Anas Urbaningrum berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahu terhitung sejak terpidana selesai menjalani pidana pokok," imbuhnya.
Andi kemudian menjelaskan alasan permohonan PK dengan dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan dengan sejumlah pertimbangan.
Berdasarkan petikan putusan yang dikirimkannya, ada sejumlah pertimbangan yang membuat MA kemudian memotong hukuman Anas.
Pertama, uang dan fasilitas yang diterima Anas baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang serta jasa dan fee perusahaan lain. Sebab, perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian di subkontrakkan kepada perusahaaan lain.
Kedua, dana tersebut selanjutnya dijadikan marketing fee pada bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
Ketiga, sebagaimana keterangan saksi dari PT Adhi Karya dan Permai Group tak ada satupun saksi yang menerangkan Anas telah melobi pemerintah untuk mendapatkan proyek dan tidak ada bukti pengeluaran dikendalikannya.
Kalaupun ada, hanya satu saksi saja yang menyatakan hal tersebut dan dia adalah Nazaruddin. "Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti lain adalah unus testis nullus testis, yang tidak mempunyai nilai pembuktian," seperti tertulis di dalam pertimbangan tersebut.
Keempat, proses pencalonan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat. Dalam proses tersebut, dia hanya bicara soal visi dan misi yang akan ditawarkannya.
Pertimbangan kelima, uang yang diperoleh Anas sebagai pendanaan didapat dari penggalangan dana dari simpatisannya yang dekat dengan perusahaan-perusahaan tertentu.
Dengan adanya pemberian itu, diharapkan Anas dapat membantu bantuan terhadap perusahaan tersebut untuk mendapatkan proyek dari pemerintah. Sebab jika terpilih, dia dianggap akan memiliki kewenangan lebih.
Dengan sejumlah pertimbangan ini, maka MA menilai dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat. Sebab, pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatannya.
Anas dinilai telah melakukan Pasal 11 UU Tipikor yaitu penyelenggara negara atau anggota DPR RI 2009-2014 yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Sebelumnya, pada tingkat kasasi Anas dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Selain itu, eks anggota DPR RI ini diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580.