Bencana Hidrometeorologi di Indonesia Terus Meningkat: Kita Dapat Mencegah, namun Nyaris Tak Pernah Dilakukan
JAKARTA - Di Indonesia potensi bencana alam yang terus meningkat, selalu dihubungkan dengan faktor cuaca dan lingkungan. Gelombang besar di laut yang salah cuaca buruk, mundurnya garis pantai yang salah air pasang, permukaan air laut yang naik yang salah pemanasan global.
Banjir bandang dan tanah longsor yang bertanggung jawab hujan lebat dan cuaca ekstrem. Kemarau panjang dituding sebagai akibat pemanasan global.
Apakah harus selalu alam yang disalahkan atas segala bencana alam, yang merenggut banyak korban jiwa? Temperatur bumi memang yang meningkat. Harus diakui ada campur tangan manusia, dan ini yang memicu bencana hidrometeorologi.
Bencana alam yang timbul karena dampak dari meteorologi atau cuaca seperti curah hujan, kelembaban, angin dan temperatur adalah bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, kekeringan lahan, banjir, tanah longsor , angin puting beliung, gelombang tinggi dan gelombang panas.
Dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat 1 Maret 2022, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyatakan, Indonesia telah mengalami 1.137 kali kejadian bencana. Bencana tersebut didominasi banjir, longsor, dan cuaca ekstrem hingga Maret 2022.
Ada tujuh provinsi dengan tingkat bencana paling tinggi, dengan kategori bencana hidrometeorologi dalam tiga bulan pertama tahun ini. Ketujuh provinsi tersebut adalah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Catatan bencana yang terjadi konsisten sejak lima tahun terakhir, mulai 2017 hingga 2022.
Kota dan kabupaten di Jawa Barat merupakan yang paling sering ditimpa bencana hidrometeorologi.
“Bencana hidrometeorologi di Indonesia, dalam lima tahun terakhir didominasi di pulau Jawa dan separuhnya ada di Jawa Barat,” kata Muhari.
Berdasarkan data BNPB sepanjang tahun 2011-2021, dalam sepuluh tahun terakhir bencana alam di Indonesia mengalami kenaikan tajam. Dengan total kejadian bencana mencapai 24.270 yang didominasi bencana hidrometeorologi.
Anomali Maret
Total bencana Maret 2021 lebih besar dibandingkan dengan Maret 2022, namun jumlah korban bencana tahun ini lebih besar. Sebanyak 29 orang meninggal Maret 2022, jika dibandingkan dengan pada Maret 2021 dengan 17 orang meninggal. Hal ini disebabkan karena pada Maret, di Sumatera Barat terjadi bencana gempa dengan dampak yang cukup besar dan juga peningkatan banjir.
BNPB mencatat, tahun ini ada 163 bencana banjir di 27 provinsi di 107 kabupaten/kota. Sebanyak 151.255 rumah terendam, 16 orang meninggal, 3 orang dinyatakan hilang, dan mengakibatkan 507.253 orang terpaksa mengungsi.
Bencana banjir pada Maret 2022 disebabkan pengaruh La Nina, yang telah terjadi sejak tahun 2021. Pada dasarnya setiap Maret sebagian wilayah Indonesia memasuki pancaroba, dengan intensitas hujan tinggi dengan durasi pendek. Namun yang terjadi saat ini, hujan dengan intensitas tinggi masih terjadi. Seperti yang terjadi di Sangatta, Kalimantan Timur yang mengakibatkan bencana banjir.
“Hal ini mengindikasikan bahwa kita harus melihat kondisi lingkungan saat ini,” kata Muhari melanjutkan.
Menurut Muhari, sungai ataupun pegunungan merupakan tempat penampungan air. Pendangkalan dan penyempitan sungai seharusnya menjadi perhatian bagi daerah-daerah yang rawan bencana hidrometeorologi
BNPB pun mengingatkan, memasuki bulan April masyarakat agar mengantisipasi cuaca ekstem, di antaranya angin kencang tanpa hujan dan puting beliung. Masyarakat diharapkan lebih sering memantau perkiraan cuaca
Bibit Siklon
Sementara itu secara terpisah, dalam siaran persnya Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan, terpantau adanya bibit siklon tropis 93W di kawasan daratan Vietnam. Siklon itu dibarengi kecepatan angin 25 knot dan tekanan udara 106 mb, yang dapat memicu depresi tropis di wilayah Indonesia.
Siklon tropis merupakan aktivitas besar dari awan, angin, badai, dan petir. Sumber energi siklon tropis berasal dari uap air yang mengembun di ketinggian.
Bibit siklon tropis juga terdeteksi di Samudera Hindia sebelah barat Australia. Kecepatan angina diperkirakan 20 knot dan tekanan udara 100 mb. Bibit siklon tropis akan membentuk pertemuan angin di pesisir barat Bengkulu, hingga perairan selatan Banten dan Jawa Barat.
Dengan terpantaunya bibit siklon tropis ini, pemusatan awan terdeteksi memanjang di Aceh, dari Riau hingga Jambi, Lampung, Jawa Barat bagian selatan , Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi bagian tengah dan selatan, NTB, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Keadaan ini meningkatkan pertumbuhan awan hujan di wilayah bibit siklon tropis, sepanjang daerah itu.
Kembalikan Imunitas Alam
Wahyudi Siswoyo, Peneliti Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim ITS, dalam artikelnya”Bencana Hidrometeorologi Indonesia” menulis, sesungguhnya alam memiliki imunitas sendiri untuk menghadapi berbagai ancaman bencana. Dengan caranya sendiri mampu mengurangi level risiko alamiah.
Seperti mangrove yang dapat menahan tinggi gelombang pasang dan terjangan badai, bahkan tsunami. Daerah rawa pantai dapat menampung genangan banjir dan banjir pasang.
Baca juga:
- Refleksi Era Pandemi COVID-19: Masyarakat Semakin Sadar Jika Investasi Kesehatan Sangat Penting
- Tinjauan Film The Batman 2022: Karakter Joker adalah Nyata, Sebab Itu Dihapus karena Kekhawatiran Imbas Buruk di Masyarakat
- Harga BBM Pertamax Naik, Waspadai Migrasi Massal ke Pertalite
- Hari ke 36 Perang Rusia-Ukraina dalam Pantauan Media Sosial Indonesia: Keselamatan WNI Jadi Perhatian Utama
Masalah bencana alam banjir, kekeringan, tanah longsor, pendangkalan sungai dapat diminimalkan bahkan dihindari dengan vegetasi terutama di daerah penampungan. Hutan juga merupakan penampungan air yang sekaligus berfungsi menjaga ketersediaan air. Namun upaya ini akan sia-sia khususnya dalam jangka Panjang, jika kerusakan di wilayah penampungan air dan pesisir hanya dibiarkan.