PDIP Siapkan Tim Penegak Disiplin Protokol Kesehatan, Sanksi Berat Menanti Kader Bandel

JAKARTA - PDI Perjuangan membentuk Tim Penegak Disiplin partai di tiap struktur kepengurusan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Tim yang nantinya bergerak melakukan sosialisasi hingga penindakan ini dibentuk guna menegakkan disiplin protokol kesehatan saat Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, tim ini akan diketuai oleh Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) maupun Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP. Selain ketua, tim ini juga akan memiliki deputi seperti deputi bidang sosialisasi dan komunikasi, deputi bidang logistik dan kesehatan hingga deputi bidang pelaporan, bidang pencegahan, dan penindakan.

Hasto menjelaskan deputi pencegahan akan bertugas bersama deputi bidang sosialisasi untuk menjelaskan mengenai protokol kesehatan di tengah COVID-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Selain itu, mereka juga harus ada di lokasi tiap acara yang berkaitan dengan Pilkada lebih awal guna melakukan pengecekan awal untuk memastikan penerapan protokol kesehatan telah berjalan.

"Sementara tim penindak adalah yang bergerak jika kader partai yang sudah diingatkan namun tak mengindahkan," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 25 September.

Tim ini nantinya akan memberikan teguran hingga sanksi bagi mereka yang melanggar protokol kesehatan. Hanya saja, sanksi ini hanya bisa diberikan kepada anggota maupun kader PDIP. 

"Karena ini instruksinya internal partai untuk menegakkan bahwa kader dan anggota partai itu wajib hukumnya untuk memenuhi protokol kesehatan," ungkap dia.

Selain itu, tim ini nantinya juga akan menegur siapa pun calon kepala daerah dan wakilnya jika tak mematuhi aturan untuk mencegah penularan COVID-19. 

"Kalau tidak pakai masker, nah itu deputi penindakan langsung bertindak, difoto lalu keluarkan surat peringatan satu, dua dan tiga. Jadi langsung sanksi itu di lapangan dan kemudian didukung oleh dokumen administrasi," tegasnya.

Jenis sanksi yang diberikan beragam. Namun, jika kader sudah membahayakan masyarakat secara langsung dan mendapatkan peringatan tertulis sebanyak tiga kali masih abai dengan protokol kesehatan maka sanksi ada sanksi berat yang akan dihadapi. Sanksi tersebut berupa kader dibebaskan dari tugasnya di tim kampanye maupun di kepartaian.

Hasto menegaskan, partainya berkomitmen memastikan kadernya dan calon kepala daerah yang diusungnya itu menaati aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Sebab, mereka tak mau mendapat teguran dari pihak pelaksana Pilkada 2020.

"Bagi PDI Perjuangan, mendapat sanksi peringatan saja sudah aib," ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD telah melaksanakan rapat dengan mengundang sekretaris jenderal partai yang mengusung calon kepala daerah. Mereka yang diundang adalah Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Nur, Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal, Sekjen Perindo Ahmad Rofiq, Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Kemudian Sekjen Partai Golkar Lodewijk F Paulus, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate, Sekjen PAN Eddy Soeparno, dan Wasekjen Partai Hanura Tari Siwi Utami.

Dalam rapat tersebut, Mahfud sempat menyinggung jika partai politik mempunyai peran besar agar para pengurus di daerah bisa mendengarkan arahan pemerintah pusat terkait pelaksanaan Pilkada serentak 2020. 

"Itulah sebabnya kita bertemu hari ini ini. Selain melalui lembaga kenegaraan struktural, kita melalui infrastruktur yang lebih khusus yaitu para sekjen atau pimpinan partai politik untuk turut mengendalikan atau turut membantu penegakan disiplin dan penegakan hukum," kata Mahfud dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pilkada 2020 yang diikuti oleh Mendagri Tito Karnavian serta sejumlah sekjen partai politik, Selasa, 22 September.

Sementara Tito menyebut, munculnya desakan untuk menunda Pilkada 2020 karena pada saat pendaftaran calon kepala daerah banyak ditemukan kerumunan. 

Menurutnya, adanya kerumunan tersebut, dianggap sejumlah pihak menjadi potensi penyebaran COVID-19 di tengah masyarakat. Apalagi usai pendaftaran itu banyak pihak yang positif COVID-19.

"Pada tanggal 4 sampai 6 September terjadi kerumunan besar yang berpotensi menjadi media penularan yaitu pada saat pendaftaran pasangan calon dan ini membuat brand atau image kurang baik terhadap pelaksanaan pilkada. Sekaligus juga adanya suara ingin agar pilkada ditunda kembali," kata mantan Kapolri itu dalam rapat yang sama.