Mengapa Joko Tjandra Batalkan Action Plan? Kata Pengacara ‘Tak Masuk Akal’

JAKARTA - Pengacara Joko Tjandra, Soesilo Aribowo mengungkap alasan di balik kliennya tertarik dengan action plan yang ditawarkan Andi Irfan Jaya dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Action plan ini terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) agar Joko Tjandra bebas dari hukuman pidana penjara kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

"Menarik karena ini urusan fatwa. Belum (ditawarkan), dia bisa tidak menjalani hukuman yang 2 tahun dengan menempuh beberapa langkah yang ada di action plan," ujar Soesilo kepada wartawan, Kamis, 24 September.

Menurut Soesilo, action plan itu pun tak langsung diterima Joko Tjandra. Kliennya sempat berpikir terlebih dahulu apakah fatwa itu benar-benar bisa menyelamatkannya.

"Ya pada akhirnya dia (Joko Tjandra) berpikir apakah bisa dengan fatwa gitu loh, apakah itu bisa dilakukan dengan fatwa," ungkap dia.

Namun setelah membaca isi action plan itu secara mendetail, kata Soesilo, kliennya langsung berubah pikiran dan membatalkannya. Sebab, Joko Tjandra merasa beberapa poin tidak masuk akan dan tak bisa menyelamatkannya dari eksekusi.

"Setelah dipelajari, dibaca ada hal-hal yang ngga masuk akal seperti fatwa misalnya, itu kan putusan PK, di fatwa itu kan ngga bisa, ngga mungkin," kata dia.

Tak Tahu Soal King Maker

Sementara itu pengacara Joko Tjandra lainnya, Krisna Murti mengatakan ketidaktahuan kliennya soal king maker. Sebab yang membuat action plan yakni Andi Irfan.

"Tidak tahu. Kan action plan itu dikirim oleh Andi Irfan," ujar Krisna kepada wartawan, Kamis, 24 September.

Selain itu, pemberian action plan itu juga tidak dilakukan secara tatap muka. Melainkan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp. Sehingga, Joko Tjandra hanya fokus membaca isi dari action plan tanpa memikirkan soal king maker.

"Artinya Andi Irfan berembuk dengan siapa membuatnya di Jakarta, lalu dikirim melalui Whatsapp ke pak Joko, mereka yang tahu inisial-inisial itu," kata dia 

Selanjutnya, usai membaca action plan itu Joko Tjandra merasa jika bakal ditipu oleh Andi Irfan dan jaksa Pinangki. Hingga akhirnya menghubungi Anita Kolopaking dan membatalkan pengurusan fatwa.

"Setelah meliha action plan itu, pak Joko bilang beberapa hari kemudian setelah dibaca tidak setuju dan ditolak dikirim ke Anita. Ini penipuan kata pak Joko," katanya.

Adapun 10 poin action plan yang diajukan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya tidak terealisasi. Joko Soegiarto Tjandra pun menolak action plan dengan memberi catatan ‘no;’.

Action plan ke-1 adalah penandatanganan Security Deposit (Akta Kuasa Jual), yang dimaksudkan oleh terdakwa sebagai jaminan apabila Security Deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi. Penanggungjawabnya adalah adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) dan IR (Andi Irfan Jaya), yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 sampai dengan 23 Februari 2020. 

Action plan ke-2 adalah pengiriman surat dari pengacara kepada BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksudkan oleh terdakwa sebagai surat permohonan fatwa Mahkamah Agung dari Pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung. Penanggungjawabnya adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan AK (Dr. Anita Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2020 sampai dengan 25 Februari 2020. 

Action plan ke-3 adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) yang dimaksud Pinangki sebagai tindak lanjut surat dari pengacara tentang permohonan Fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah IR (Andi Irfan Jaya) dan P (Pinangki, terdakwa) yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2020 sampai dengan 1 Maret 2020.

Action plan ke-4 adalah pembayaran 25 persen fee P (Pinangki, terdakwa) (250.000 dollar AS), yang dimaksudkan Pinangki adalah pembayaran tahap I atas kekurangan pemberian fee kepada terdakwa sebesar 1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang telah dibayarkan Down Payment-nya (DP) sebesar 500.000 (lima ratus ribu dolar Amenka Serikat). Penanggunajawab action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra).

Action plan ke-6 adalah HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) menjawab surat BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah jawaban surat Mahkamah Agung atas surat Kejaksaan Agung tentang Permohonan Fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung) / DK (belum diketahui) / AK (Dr. Anita Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020 sampai dengan 16 Maret 2020. 

Action plan ke-7 adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) menerbitkan instruksi terkait surat HA (Hatta Ali/Pejabat Mahkamah Agung). Pinangki menurut jaksa menjelaskan rencana Kejaksaan Agung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa Mahkamah Agung. Penanggungjawab rencana ini adalah IF (belum diketahui) / P (Pinangki/terdakwa), yang akan dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2020 sampai dengan 26 Maret 2020. 

Action plan ke-8 adalah Security Deposit Cair (10.000.000) dolar AS. Pinangki menyebutnya sebagai rencana JC (Joko Soegiarto Tjandra) akan membayarkan sejumlah uang tersebut apabila action plan poin ke-2, action plan poin ke-3 dan action plan poin ke-6 serta action plan poin ke-7 tersebut berhasil dilaksanakan. 

Penanggungjawab rencana ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra), yang akan dilaksanakan pada tanggal 26 Maret 2020 sampai dengan 5 April 2020. Sedangkan action plan ke-9 adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) kembali ke Indonesia. 

Action plan ke-10 adalah  pembayaran konsultan fee 25% P (250.000 dolar AS), yang dimaksudkan Pinangki sebagai pembayaran tahap I (pelunasan) atas kekurangan pemberian fee kepada terdakwa sebesar 1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang telah dibayarkan Down Paymentnya (DP) sebesar 500.000 (lima ratus ribu dolar Amerika Serikat) apabila Joko Soegiarto Tjandra kembali ke Indonesia sebagaimana Action ke-9.