Survei Litbang Kompas Sebut 48,2 Persen Masyarakat Tak Puas dengan KPK, ICW: Tidak Kaget!
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) buka suara soal hasil survei Litbang Kompas yang menyebut 48,2 persen masyarakat tak puas dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil ini dinilai tak mengejutkan apalagi melihat kondisi komisi antirasuah sekarang.
"ICW tidak tentu tidak kaget mendengar dan membaca hasil jejak pendapat Libang Kompas terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin, 21 Maret.
Kurnia bilang, KPK saat ini sudah berada di ujung tanduk. Bahkan, dia menilai lembaga ini mulai terjerumus ke arah yang keliru.
"Kondisi lembaga antirasuah benar-benar berada di ujung tanduk bahkan besar kemungkinan telah trejerumus ke arah yang keliru. Semua ini tak lain merupakan buah atas kinerja buruk seluruh Komisioner KPK dan anggota Dewan Pengawas," tegasnya.
Tak sampai di situ, pegiat antikorupsi ini juga menilai banyak kritik yang disampaikan publik pada KPK tak digubris oleh pimpinan. Hal ini, kata Kurnia, tampak karena tiap ada perhatian yang menyita publik.
Alih-alih menjalankan kritik yang disampaikan, pimpinan KPK sekarang justru larut dalam kontroversinya. Sehingga, ICW menyimpulkan Firli Bahuri dkk memang ingin agar KPK dijauhi masyarakat.
Lebih lanjut, Kurnia menilai persepsi masyarakat terhadap komisi antirasuah itu akan sulit untuk diselamatkan. "Sederhananya, bagaimana mungkin masyarakat akan percaya dengan kerja KPK jika dua pimpinannya saja sudah terbukti melanggar kode etik," ujar Kurnia.
Sehingga, saat ini, publik dirasa tinggal menunggu pergantian pimpinan untuk bisa kembali percaya pada KPK.
"Jalan satu-satunya adalah menunggu pergantian pimpinan KPK untuk memitigasi orang-orang bermasalah masuk dan terpilih sebagai komisioner," ungkapnya.
Selain itu, ICW menilai penting bagi semua pihak untuk kembali menggaungkan penerbitan Perppu KPK. Tujuannya, agar UU KPK kembali seperti sedia kala.
"Desakan Perppu agar mengembalikan UU KPK seperti sedia kala menjadi kembali relevan untuk digaungkan," jelas Kurnia.
Lebih lanjut, penilaian juga diberikan ICW untuk Dewan Pengawas KPK yang diketuai Tumpak Hatorangan Panggabean. Dia bilang, organ komisi antirasuah ini terasa minim manfaatnya dan terkesan selalu berpihak dengan Pimpinan KPK.
Hal ini terbukti dengan beberapa hal, termasuk kualitas putusan yang dijatuhkan terhadap pelanggaran yang dilakukan dua pimpinan yaitu Lili Pintauli Siregar dan Firli Bahuri. Menurut Kurnia, sanksi yang dijatuhkan Tumpak dkk masih sangat rendah.
"Selain itu, regulasi yang tertuang dalam Peraturan Dewas juga memiliki problematika serius. Misalnya, jika Pimpinan KPK terbukti melanggar kode etik dengan kategori berat, sanksi yang bisa dijatuhkan hanya memintanya mengundurkan diri," ungkapnya.
"Selain itu, kami masih melihat Dewan Pengawas tidak memaksimalkan fungsi evaluasi sebagaimana dituangkan dalam Pasal 37 B ayat (1) huruf f UU KPK. Sebab, sejauh ini kontroversi yang dilakukan oleh Pimpinan KPK sudah sangat banyak, namun sayangnya tidak diikuti dengan teguran atau langkah konkret pembenahan dari Dewan Pengawas," imbuh Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, 48,2 persen masyarakat tak puas dengan kinerja KPK. Angka ini dipotret oleh Litbang Kompas yang menggelar survei pada 22-24 Februari yang diikuti 506 responden.
Baca juga:
- Litbang Kompas Catat 48,2 Persen Publik Tak Puas dengan Kinerjanya, KPK: Ini Bukan Hanya Soal OTT
- 86,6 Persen Warga RI Sudah Punya Antibodi COVID-19, Kemenkes: Bukan Berarti Aman dari Infeksi
- Targetkan Menang Pemilu 3 Kali Berturut, PDIP Gelar Pelatihan Kader Nasional Angkatan II
- Kompaknya PDIP, NasDem dan PPP Soal Amandemen UUD 1945: Daripada Pertaruhkan Stabilitas Bangsa
Pengumpulan pendapat melalui telepon dan sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen, nirpencuplikan penelitian kurang lebih 4,36 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.