Jangan Lupakan Sirkuit Ancol, Arena Balap Otomotif Berkelas Internasional Pertama di Indonesia
JAKARTA - Usaha menghadirkan hiburan balapan kelas dunia telah berlangsung sejak era Orde Baru (Orba). Ali Sadikin adalah sosok di baliknya. Semua bermula dari keinginan Ali Sadikin mewujudkan mimpi Soekarno menghadirkan taman hiburan terlengkap. Serupa Disneyland, pikirnya. Taman Impian Jaya Ancol pun digarap. Jaya Antjol Circuit Djakarta jadi salah satu hiburan utamanya. Sirkuit itu pun mengundang puja-puji pebalap dunia. Karenanya, Sirkuit Ancol dapat melahirkan pebalap-pebalap hebat tanah air.
Soekarno pernah ngebet Indonesia memiliki taman wisata dan hiburan terlengkap di Jakarta. Gagasan itu didapatnya sehabis berkunjung ke Amerika pada 1950-an. Ia takjub dengan segala macam taman hiburan ala Amerika Serikat (AS). Disneyland, terutama.
Hasil amatannya itu dituangkan dalam bentuk ide. Putra Sang Fajar ingin membuat taman hiburan serupa di Indonesia. Ancol di utara Jakarta dipilihnya sebagai lokasi utama. Rencananya pembangunan pun segera dijalankan. Sekalipun Bung Karno harus mengganti haluan pembangunan Ancol. Sebab, semula Ancol direncakan sebagai kawasan industri, lalu berubah sebagai daerah ikon wisata Jakarta.
Ide itu nyatanya mendapatkan sambutan baik. Mandat Proyek Ancol dikerjakan oleh pemerintah dengan menggandeng kontraktor Prancis, Compagnic Industriale de Travaux (Citra) pada 1962. Namun, pembangunannya tak berjalan mulus. Soekarno sendiri keburu lengser dari jabatan. Ali Sadikin pun jadi juru selamat.
Ali Sadikin tak mau rencana Bung Karno jadi proyek gagal. Ia yang menjabat Gubernur Jakarta 1966-1977 mengambil tongkat estafet pembangunan. Ia meneruskan mimpi Bung Karno membangun tempat wisata.
Pria berjuluk Kennedy dari Timur itu percaya proyek itu dapat rampung. Ia pun lalu menunjuk pengusaha sukses, Ciputra untuk menjadi pemimpin utama dari PT. Pembangunan Jaya yang menggarapnya. Proyek pertama Ancol “Taman Rekreasi Bina Ria Ancol” pun rampung pada 1967. Setelahnya, proyek Ancol lain menyusul.
“Sepulang saya berobat dari Amerika di tahun 1970, saya suruh Ciputra dan PT. Pembangunan Jaya untuk pergi ke California, melihat dari dekat tempat-tempat rekreasi di sana, melihat Disneyland serta ikan laut yang pandai-pandai, ikan lumba-lumba, dan lain-lainnya. Dan ternyata Ciputra yang gesit dan berwawasan waktu itu benar cekatan pula memindahkan sebagian dari suasana California itu hingga orang yang masuk di daerah Ancol sekarang bisa menghirup udara pantai.”
“Saya patut mengingat, bahwa Proyek Ancol merupakan gagasan Bung Karno. Beliaulah yang pertama-tama menyuguhkan gambarannya, supaya rawa-rawa itu ditenun jadi tempat bersantai-santai, bersenang-senang. Ya, gagasan Bung karno seperti halnya jalan raya By Pass! O, kalau tidak ada jalan raya By Pass, kaya apa jadinya lalu lintas di Jakarta. Itulah gagasan yang sangat saya hargai,” ungkap Ali Sadikin sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).
Kerja Bareng Membangun Sirkuit Ancol
Kemunculan Taman Rekreasi Bina Ria Ancol mendapatkan atensi besar rakyat Indonesia. Sederet investor pun berlomba-lomba untuk menginvestasikan dananya ke Ancol. Mulai saat itu narasi Ancol sebagai taman hiburan terlengkap terlihat sedari awal 1970-an. Lapangan golf, pasar seni, kasino, dan bioskop jadi hiburan utama sudah terbangun.
Ali Sadikin pun tak lantas berpuas diri. Ia banyak menerima gagasan untuk membangun fasilitas lainnya. Lintasan untuk balap kelas dunia, misalnya. Ide itu ditanggapi serius oleh pria yang akrab disapa Bang Ali. Menurutnya, arena balap tak hanya menjadi ajian Jakarta untuk menelurkan pebalap andal, tapi juga berfungsi sebagai sarana untuk menekan angka balap liar yang meresahkan di Ibu Kota Jakarta.
Rencana pembangunan sirkuit nyatanya mendapatkan dukungan banyak pihak pada 1970-an. Sponsornya bejibun. Pertamina, salah satunya. Dukungan secara personal juga hadir dari berbagai kalangan. Dari pengusaha hingga tokoh kepolisian Indonesia. Semua bahu-membahu untuk mewujudkan mimpi Jakarta memiliki lintasan balapan kelas dunia pertama.
“Untuk proyek ini, peran Pertamina dan beberapa pengusaha besar yang bergerak dalam bidang otomotif, seperti Astra, cukup besar, baik dalam pembangunannya maupun setiap event balapan. Ikatan Mobil Indonesia (IMI) dan tokoh-tokoh kepolisian, seperti Soecipto Yudhodihardjo (Kepala Polri era akhir pemerintahan Presiden Soekarno), Hoegeng Imam Santoso, Sukahar, dan Widodo Budidharmo mempunyai peran yang cukup penting.”
“Pembangunan Sirkuit Balap Mobil sangat didukung tokoh-tokoh kepolisian itu maupun Ikatan Motor Indonesia (IMI), seperti Mukhtar Latif. Fenomena balapan liar di jalanan Ibu Kota, juga balapan resmi yang diselenggarakan tak semestinya, seperti di Bandar Udara Halim dan Parkir Timur Senayan, menjadi latar belakang pembangunan proyek wahana ini,” ungkap tokoh penting pembangunan Proyek Ancol, Seokardjo Hardjosoewirjo sebagaimana ditulis Sugianto Sastrosoemarto dalam buku Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol (2010).
Jadi Kebanggaan Indonesia
Pembangunan pun dilakukan secara bertahap. Sirkuit yang awalnya jalanan biasa langsung dikembangkan secara total pada 1970-an. Total terdapat 12 tikungan dengan panjang sirkuit mencapai 4,4 Km. fasilitas lengkap (Paddock, Pit, dan lainnya pun dipersiapkan. Sirkuit yang rangkum itu dikenal dengan nama Jaya Antjol Circuit Djakarta.
Kehadiran sirkuit itu nyatanya banyak menarik banyak orang untuk menyelenggarakan balapan –mobil atau motor—berskala nasional dan internasional. Bahkan lomba tiruan “Le Mans 24 Hours” sempat diadopsi di Sirkuit Ancol. Akan tetapi, lomba itu dimodifikasi menjadi “Lomba Ketahanan Mobil Enam Jam.” Tak hanya gelaran balapan saja yang dihadirkan. Sirkuit Ancol pun turut melahirkan banyak bintang balap nasional. Antara lain Hengky Irawan, Saksono, Karsono, dan Tinton Suprapto.
Sebagai pebalap, Tinton sering menjuarai berbagai lomba mobil. Masa 1962-1966, ia menjuarai Indonesian Grand Prix, Siliwangi Race, Pangkalan Jati Race, Armada Race. Masa 1972-1979 kembali ia mengulang sukses, termasuk di arena luar negeri. Penang Grand Prix dan Makau Grand Prix.
Seperti dikutip dari Buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986, Tinton disebutkan pernah memaksa Jackie Stewart di urutan kedua dalam perebutan Piala Presiden Soeharto, dan mengungguli pebalap Jepang, Misaki di Sirkuit Ancol pada 1979.
Baca juga: