Pejabat Uni Eropa Akui Menjanjikan Ukraina Bergabung dengan NATO Adalah Kesalahan
JAKARTA - Negara Barat membuat kesalahan dengan menjanjikan Ukraina keanggotaan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell mengatakan dalam sebuah wawancara dengan saluran TV LCI.
"Ada saat-saat di mana kami bisa bereaksi lebih baik. Misalnya, kami mengusulkan hal-hal yang tidak dapat kami jamin, khususnya aksesi Ukraina ke NATO. Ini tidak pernah terwujud. Saya pikir itu adalah kesalahan untuk membuat janji yang tidak dapat kami penuhi," ujar Borell melansir TASS 12 Maret.
Kepala diplomasi Eropa itu juga mengakui, negara-negara Barat telah melakukan kesalahan dalam membangun hubungan dengan Rusia.
"Dengan demikian, kami kehilangan kesempatan untuk membawa Rusia lebih dekat ke Barat untuk mencegahnya," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, bergabungnya Ukraina dengan NATO serta penyebaran rudal pakta tersebut di Eropa Timur, menjadi kekhawatiran Moskow yang memicu perdebatan dengan Kyiv. Ukraina bukan anggota NATO tetapi memiliki janji sejak tahun 2008, akan diberikan kesempatan untuk bergabung, sebuah langkah yang akan membawa aliansi pimpinan AS ke perbatasan Rusia.
Bergabungnya Ukraina dengan NATO serta penyebaran rudal pakta tersebut di Eropa Timur, menjadi kekhawatiran Moskow yang memicu perdebatan dengan Kyiv. Ukraina bukan anggota NATO tetapi memiliki janji sejak tahun 2008, akan diberikan kesempatan untuk bergabung, sebuah langkah yang akan membawa aliansi pimpinan AS ke perbatasan Rusia.
Baca juga:
- Takut Reaksi Rusia, AS Tutup Pintu untuk Bantuan Jet Tempur ke Ukraina, Pentagon: Berisiko Tinggi
- Tak Sesuai Perintah Dalam Operasi di Ukraina, Presiden Putin Perintahkan Jaksa Militer Hukum Pejabat Bertanggung Jawab
- Rusia Kerahkan Kereta Lapis Baja Distrik Militer untuk Evakuasi 248 Warga Negara Asing
- Rumah Sakit Anak-anak di Ukraina Terkena Serangan Rusia Meski Ada Gencatan Senjata, Gedung Putih: Mengerikan
Untuk diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer khusus sebagai tanggapan atas permintaan bantuan dari kepala Republik Donbass pada 24 Februari lalu.
Dia menekankan Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina, tetapi bertujuan untuk demiliterisasi dan denazifikasi negara itu. Ia juga mengatakan, salah satu tuntutan utama Moskow adalah, Ukraina tetap netral (tidak bergabung dengan Uni Eropa dan NATO).
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya oleh Direktur Badan Intelijen Luar Negeri Rusia Sergey Naryshkin, ini (posisi netral Ukraina) sangat penting bagi Rusia, karena itu adalah 'penghalang teritorial minimum' yang dibutuhkan negara itu untuk mengusir serangan dari Barat.