5 Usulan KPU di Perppu Pilkada Baru, Salah Satunya Gunakan Kotak Suara Keliling

JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyebut pihaknya mengusulkan lima cara atau metode pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tengah pandemi COVID-19. Usulan ini, kata dia, dibahas saat KPU dan sejumlah pihak termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melaksanakan rapat di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) beberapa waktu lalu.

"Agar peraturan tahapan-tahapan Pilkada lebih sesuai dengan protokol pencegahan COVID-19 maka KPU mengajukan beberapa usulan untuk penyusunan Perppu," kata Pramono kepada wartawan, Sabtu, 19 September.

Pertama, KPU mengusulkan penggunaan tempat pemungutan suara (TPS) dan kotak suara keliling dalam pemungutan suara 9 Desember mendatang. Metode ini, kata dia, biasa dilakukan oleh pemilih di luar negeri dalam kegiatan pemungutan suara skala nasional. 

"Selama ini metode pemungutam suara hanya melalui TPS namun di tengah pandemi, metode KSK menjadi alternatif untuk menjemput pemilih yang takut ke TPS atau pemilih yang positif COVID-19 maupun sedang isolasi mandiri," jelasnya.

Usulan kedua, KPU meminta adanya pembatasan waktu yaitu sekitar pukul 07.00 hingga 15.00. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerumunan masyarakat akan memberikan suara di TPS.

Ketiga, rekapitulasi hasil penghitungan suara dilaksanakan dengan sistem e-Rekap, yang saat ini sistemnya sedang dibangun. Hanya saja, KPU perlu payung hukum yg lebih kokoh di Perppu untuk penggunaan sistem ini dan pengaturan secara teknisnya nanti bisa saja diatur dalam Peraturan KPU.

Usulan keempat, kata Pramono adalah mengenai kampanye. KPU mengusulkan kampanye dalam bentuk lain seperti rapat umum, kegiatan kebudayaan, olah raga, perlombaan, dan lainnya yang diatur dalam UU Pilkada Pasal 63 ayat 1 huruf g hanya boleh secara daring.

"Jika usulan ini tidak masuk dalam Perppu, maka KPU akan mengatur melalui revisi Peraturan KPU atau jika waktunya dianggap tidakmencukupi, maka melalui Pedoman Teknis," ujarnya.

Kelima, terkait sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan COVID-19, Pramono mengatakan pihaknya mengusulkan beberapa bentuk sanksi pidana dan administrasi. Adapun penegakan ini bisa dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu maupun penegak hukum lain.

"Poin-poin usulan ini sudah disampaikan KPU melalui Komisioner Ilham Saputra, kemarin dalam rapat dengan pihak-pihak terkait," tegasnya.

"KPU mengapresiasi keinginan pemerintah untuk mengeluarkan Perppu agar pelaksanaan Pilkada 2020 lebih menjamin keselamatan semua pihak, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih," imbuhnya.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai kepastian ada atau tidaknya Perppu baru terkait penyelenggaran Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19, Pramono menyebut hal tersebut adalah kewenangan penuh dari pemerintah.

"Tapi kalau jadi dikeluarkan, maka kami mengusulkan poin-poin yang terkait dengan teknis penyelenggaraan tahapan pilkada sehingga lebih sesuai dengan protokol kesehatan," tutur dia.

Sebelumnya, Kemenko Polhukam mengumpulkan pihak terkait membahas rencana pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Pilkada 2020.

Lembaga yang ikut membahas Perppu yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Perppu mengenai pilkada sebenarnya sudah pernah diterbitkan sebelumnya yakni Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Kini, Perppu tersebut telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020.

Hanya saja, Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo pada 4 Mei tersebut hanya mengatur pelaksanaan Pilkada 2020 secara umum di masa pandemi COVID-19. Sementara, aturan teknis hingga tahapan pilkada yang melibatkan pertemuan fisik masih diatur dalam Undang-Undang Pilkada yang lama. 

Hal inilah yang membuat KPU maupun Bawaslu tidak bisa bertindak tegas untuk memodifikasi aturan teknis agar mencegah penularan COVID-19 serta memberikan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.