Menurut CSIS, Usulan Penundaan Pemilu 2024 Harus Ditolak Karena Alasannya Tidak Masuk Akal

JAKARTA - Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia Arya Fernandes menyampaikan usulan beberapa pimpinan partai politik yang ingin menunda Pemilu 2024 harus ditolak oleh masyarakat karena itu tidak masuk akal dan tidak demokratis.

Menurut dia, Pemilu harus tetap digelar sesuai jadwal karena itu merupakan amanat konstitusi yang menghendaki adanya pembatasan masa jabatan dan kekuasaan presiden.

“Dalam sistem presidensial (yang dianut oleh Indonesia) ada doktrin pembatasan kekuasaan. Tujuannya, memberi kemungkinan ada regenerasi politik, kemudian ada sirkulasi kepemimpinan, yang lebih penting lagi agar pejabat eksekutif tidak membuat kebijakan yang tidak demokratis,” kata Arya saat berbicara pada acara diskusi virtual yang diikuti di Jakarta, Sabtu seperti dilansir Antara.

Dalam acara itu, ia pun menolak alasan para pimpinan parpol yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda.

Arya menyampaikan ada dua argumen yang dijadikan oleh para pimpinan parpol itu menunda Pemilu, yaitu menjaga momentum pemulihan ekonomi, dan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja pemerintah.

Arya menanggapi bahwa alasan ekonomi itu tidak masuk akal, karena pertumbuhan ekonomi telah membaik.

“Data-data ekonomi (menunjukkan) sekarang kita sudah tumbuh dan membaik. Pertumbuhan ekonomi, PDB (Produk Domestik Bruto) kita year on year pada 2020 -2,07 persen, sementara pada 2021 +3,39 persen. Kita berhasil tumbuh. Artinya, ekonomi sedang membaik,” terang Arya.

Ia lanjut menjelaskan beberapa lembaga keuangan, termasuk Bank Indonesia, bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi bisa sampai 6 persen pada 2023–2024.

Kemudian, terkait kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah, Arya menjelaskan hasil survei itu tidak dapat menjadi alasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau menunda Pemilu.

Sejumlah hasil survei, misalnya yang dikeluarkan oleh Indikator, menunjukkan mayoritas responden menolak adanya perpanjangan masa jabatan presiden.

“Penggunaan alasan kepuasan publik mendorong (perpanjangan) masa jabatan jelas tidak masuk akal dan tidak berdasarkan bukti, karena buktinya mayoritas publik tidak menginginkan perpanjangan masa jabatan (presiden),” terang Arya Fernandes.

Oleh karena itu, ia mendorong seluruh pihak untuk menolak gagasan tersebut karena selain alasan yang digunakan tidak masuk akal, wacana itu juga tindakan yang tidak demokratis.

“Dorongan menunda Pemilu atau dorongan memperpanjang masa jabatan itu mengingkari komitmen demokratis. Komitmen kita ditandai dengan apa yang disebut dengan fixed term limit (pembatasan masa jabatan, Red.),” terang Peneliti Politik CSIS Indonesia itu.

Tidak hanya itu, wacana penundaan Pemilu 2024 itu juga mengingkari semangat dan agenda reformasi.