Kajian Pemerintah tentang Banjir Jabodetabek
JAKARTA - Banjir melanda Jakarta dan sekitarnya, setelah beberapa hari diguyur hujan deras. Hujan dengan waktu yang lama ini dipengaruhi cuaca ekstrem.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, hujan yang terjadi awal tahun ini merupakan yang paling ekstrem sepanjang sejarah.
Kata dia, musim hujan memiliki siklus, termasuk yang ekstrem sekalipun. Namun, hujan yang turun beberapa hari belakangan ini, tak sesuai dengan siklusnya.
"Hujan intensitas esktrem itu ada siklusnya, tapi tampaknya siklus itu semakin memendek, yang biasanya 10 tahunan, 20 tahunan menjadi datang hanya dalam waktu lima tahun atau kurang," katanya, saat ditemui di Gedung BPPT, Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat, 3 Januari.
Baca juga:
Dwikorita berujar, ada sejumlah faktor peyebab siklus hujan yang panjang menjadi semakin pendek, salah satunya karena perubahan iklim dunia. Hal itu bisa dilihat dari indikator perubahan iklim.
"Data minimal 30 tahun terakhir terindikasi ada kenaikan suhu merata hampir di seluruh Indonesia. Mulai dari 0,1 derajat celsius sampai 1,0 derajat celsius. Memang kelihatan kecil, tapi dampaknya itu bisa parah dan dunia itu membatasi sampai 2030 perubhaan suhu tidak lebih dari 1,5 celcius. Sementara itu 2020 ini udah hampir 1,0 celsius," ucapnya.
Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, hujan yang turun beberapa hari ini merupakan yang terekstrem selama 20 tahunan. Dia melihat itu dari data tentang korban dan wilayah terdampak banjir akibat hujan tersebut.
"Kenapa demikian? Karena setelah saya mendapatkan data, kejadian atau curah hujan yang turun pada tanggal 1 Januari pukul 00.00 sampai dengan 08.00 WIB itu mencapai 377 milimeter. Kalau kita lihat dari data-data sebelumnya, mungkin ini termasuk yang tertinggi sepanjang 24 tahun terakhir," tutur Doni.
Dia menambahkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi sebuah fenomena alam yang berbahaya. Sebagai manusia, kata Doni, alam tak bisa dilawan. "Jadi inilah fenomena iklim, jangan kita mengganggu alam. Kalau kita mengganggu, alam akan mengusik kita," ucapnya.
Banjir yang terjadi ini, katanya, disebabkan beberapa faktor. "Di antaranya, ini adalah perubahan vegetasi, alih fungsi lahan, mulai dari kawasan hutan, kawasan konservasi menjadi perkebunan pertanian dan tambang," kata dia.
Karenanya, banjir yang melanda Jabodetabek ini harus bisa jadi pelajaran bagi semua pihak dalam proses pembangunan, agar memperhatikan keseimbangan alam. "Jangan sampai kita dapat keuntungan ekonomi besar, tapi kerugian jiwanya juga besar," ucapnya.