Komnas HAM Umumkan Hasil Investigasi Desa Wadas, Mahfud: Tidak Ada Kekerasan Seperti Digambarkan di Media Sosial
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara terkait temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dugaan kekerasan oleh aparat kepolisian di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah saat pengukuran tanah untuk tambang andesit pada 8 Februari lalu.
Dia mengatakan temuan Komnas HAM tersebut justru makin menguatkan pernyataannya tentang tidak adanya kekerasan seperti dalam video yang ramai beredar di media sosial.
"Tak ada temuan Komnas HAM yang mengubah atau membatalkan pernyataan saya bahwa 'tidak ada kekerasan seperti yang digambarkan di media sosial'," kata Mahfud seperti dikutip dari akun Instagram miliknya, Jumat, 25 Februari.
"Di medsos waktu itu kan digambarkan ada warga yang ditembak, ada yang dihajar ramai-ramai, ada yang tak berani pulang sehingga hanya menelepon dari persembunyiannya di tengah hutan, tapi tak mau menyebut di hutan mana dengan alasan takut ditangkap. Digambarkan pula ada yang masuk rumah sakit, ada mobil patroli yang membawa anjing pelacak, dan lain-lain," imbuhnya.
Tak hanya itu, dia juga menyebut temuan Komnas HAM juga membenarkan pernyataan sebelumnya. Salah satunya, adalah tidak adanya letusan senjata dari pihak kepolisian sehingga tak ada korban akibat peristiwa tersebut.
"(Kekerasan, red) itu semua tak ada di temuan Komnas HAM. Malah beberapa butir temuan Komnas HAM (misalnya butir 4 dan 8) mengonfirmasi bahwa tidak ada letusan senjata, tidak ada korban jiwa, tidak ada yang dirawat di rumah sakit, dll," ucap Mahfud.
Meski begitu, Mahfud menyebut pemerintah akan tetap menindaklanjuti rekomendasi yang dihasilkan oleh Komnas HAM. Apalagi, pemerintah yang meminta lembaga ini untuk melakukan investigasi.
"Misalnya agar dilakukan pemeriksaan dan penertiban ke dalam kepada petugas yang melanggar SOP. Insyaallah, itu akan dilakukan setelah jelas subyek, obyek, dan peristiwanya," ungkapnya.
Hanya saja, eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut hingga kini belum ada laporan resmi dan lengkap yang disampaikan kepada Komnas HAM. Sehingga, tindak lanjut temuan ini masih harus menunggu.
"Kita belum mendapat laporan resmi dan lengkap dari Komnas HAM karena baru mendapat siaran persnya saja. Misalnya, siapa korbannya, seberapa serius cederanya, jam berapa dan di sektor mana terjadinya, sehingga bisa dicari aparat yang bertugas di sana saat itu," tegas Mahfud.
Baca juga:
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan ditemukan adanya tindakan penggunaan kekuatan secara berlebih atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah saat mengamankan pengukuran lahan di Desa Wadas.
"Bahwa pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personil dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan," kata Beka saat merilis temuan penyelidikan pada Kamis, 24 Februari.
Adapun kesimpulan ini didapat dari serangkaian hasil pemantauan dan penyelidikan yang dilakukan oleh tim yang diberangkatkan ke Desa Wadas. Meski Polda Jateng menyebut, jumlah personel yang diturunkan hanya 250 orang yang 50 di antaranya berpakaian sipil atau preman tapi keterangan pendamping menyebut jumlah aparat yang diturunkan mencapai ribuan.
Dari penyelidikan tersebut, Komnas HAM juga mendapati fakta adanya tindak kekerasan yang dialami oleh warga penolak kegiatan penambangan batu andesit pada saat peristiwa itu. Di mana pelakunya, dari keterangan saksi dan video, adalah aparat kepolisian yang berbaju sipil atau preman.
"Komnas HAM RI menemukan adanya tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada Selasa, tanggal 8 Februari 2022 terhadap warga Wadas yang menolak quarry. Akibat dari tindakan kekerasan tersebut, sejumlah warga mengalami luka pada bagian kening, lutut dan betis kaki, dan sakit pada beberapa bagian tubuh lainnya, namun tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit," ungkap Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam kesempatan yang sama.
"Dari identifikasi pelaku, tindakan kekerasan tersebut mayoritas dilakukan oleh petugas berbaju sipil/preman pada saat proses penangkapan," imbuhnya.